Oleh: Tardjono Abu Muas, Pemerhati Masalah Sosial.
Jika alasan mau “cawe-cawe” karena khawatir timbulnya “riak-riak”, maka kini tiba saatnya Negara wajib hadir “cawe-cawe” untuk urusan kontroversi Al Zaytun Indramayu Jawa Barat.
Riak-riak yang timbul akibat ulah Panji Gumilang pimpinan Al Zaytun sebenarnya sudah tidak kurang dari 22 tahun yang lalu disuarakan oleh Tim Penelitian MUI Pusat dan Forum Ulama Ummat Indonesia (FUUI) pimpinan K.H. Athian Ali M.Da’i, Lc. M.A.
Riak-riak yang timbul tidak kurang dari dua dasawarsa yang lalu seolah amblas ditelan bumi atau sengaja “dipetieskan”. Kala itu penyebaran berita tentang kesesatan Al Zaytun dan keterkaitannya dengan gerakan NII KW.IX memang masih mengandalkan sebaran beritanya melalui media cetak sehingga tidak terlalu signifikan kecepatan beritanya.
Berbeda dengan era kekinian, riak-riak yang timbul akibat ulah Panji Gumilang yang kontroversial dalam hitungan detik dapat viral tersebar melalui media sosial (medsos). Dampak dari viralnya kontroversi Al Zaytun ini, maka pada gilirannya timbul ribuan gerakan massa Forum Indramayu Menggugat (FIM) mengguruduk Asrama Al Zaytun, Kamis (15/6/2023).
Riak-riak gerakan massa dari FIM sangat mungkin akan terjadi lagi jika Negara tidak segera “cawe-cawe” untuk menangkap dan mengadili Panji Gumilang yang menjadi sumber timbulnya riak-riak di kalangan masyarakat.
Negara tak perlu ragu atau gamang untuk “cawe-cawe” terhadap kasus yang satu ini karena riak-riaknya sudah lebih dari dua dekade berlangsung. Cawe-cawe Negara kali ini untuk mengambil tindakan hukum terhadap Panji Gumilang adalah hal yang ditunggu bersama. Pertanyannya, kapan itu terjadi?