Aliansi Anak Bangsa Mendukung pernyataan Faizal Assegaf Makzulkan Jokowi

Oleh: Damai Hari Lubis (Ketua Aliansi Anak Bangsa)

Menurut Faizal, Jokowi sudah tak bisa membedakan posisinya sebagai seorang presiden dan seorang petugas partai karena syahwat politiknya yang kuat.

Faizal menuturkan, jika pemakzulan dilakukan, tak hanya mantan gubernur tersebut dapat berpolitik sebebas-bebasnya namun demokrasi juga ikut terjaga.

“Toh tanpa Jokowi pun, pemerintahan akan berjalan lebih damai, netral dan berwibawa. Jauh dari praktek politik copet dan tipu-tipu yang merusak kehidupan bernegara,”

“DPR mesti tampil membuat sejarah cemerlang, berpihak pada rasa keadilan rakyat, menyapu kekuasaan yang korup, mengkhianati sumpah jabatan dan sebagainya, selain diketahui Presiden Joko Widodo atau Jokowi akhirnya turun mengklarifikasi tentang pengakuannya yang akan cawe-cawe politik jelang Pilpres 2024. Demikian dinyatakan Faizal Assegaf.

Pernyataan atau usulan pendapat dari Faizal mengadung realitas kebenaran. Karena metode Presieden Jokowi dalam menyelenggarakan negara, jika seksama diamati banyak perilaku atau attitude kebangsaan yang Ia perlihatkan selama berkuasa, kualitasnya super mini atau amat rendah dari sisi moralitas, kadang Jokowi implementasikan dirinya seolah seorang raja yang berada pada sistim monarki.

Banyak kebijakan pemerintahan yang dilakukannya ngawur, baik dibidang politik, hukum dan ekonomi.

Di bidang politik Jokowi melakukan pembiaran atas ide Rancangan Undang – Undang Haluan Ideologi Pancasila ( RUU HIP ). Pancasila dijadikan 3 lalu menjadi 1, lalu disebut sebagai Gotong Royong, hal ini merupakan dosa sejarah politik hukum Jokowi yang paling berat, karena indikasinya kuat ” makar ” terhadap Pancasila sebagai dasar negara dan ” makar ” terhadap UUD.1945. 1945 sebagai sumber hukum. Selain moralitas Jokowi yang cukup rendah, melalui kebohongan-nya yang sudah berjumlah lebih dari 66 kebohongan. Bahkan pernah diajukan gugatan atas 66 kebohongan ini oleh aktivis TPUA./ Tim Pembela Ulama dan Aktivis melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Dibidang hukum, dosa Jokowi amatlah merisaukan Bangsa Indonesia, justru beberapa orang petinggi partai yang terpapar korupsi malah Ia jadikan pejabat di pemerintahannya serta dijadikan orang kepercayaan di BUMN.

Sedangkan disektor Ekonomi yang dinyatakan olehnya pemerintahan yang akan Ia pimpin tidak akan berhutang. Nyatanya utang RI. bertumpuk hampir Rp. 8.000 triliun, bahkan berita media sosial menyebutkan, ” utang yang sebenarnya berlipat daripada jumlah resmi yang Kementrian Keuangan umumkan “.

Politik tanah air yang dilakoni dan dibangun oleh Jokowi selama Ia berkuasa, bukan merupakan konsep yang visioner atau gagasan dengan ide – ide cemerlang berikut hasilnya, dengan bukti buah karya yang berkualitas.

Sistim politik yang dibangun oleh Jokowi hanya kekuatan politik individu dan kelompok demi langgengnya kursi empuk kekuasaan, bukan politik kebangsaan yang demi tanah air, rakyat bangsa dan negara.

Contoh, Jokowi malah ” memelihara para tersangka terpapar maling ” didalam susunan pejabat pemerintahannya “, agar para maling mendukung segala kebijakannya yang tidak semestinya. Pola politik diluar teori kepemimpinan dan atau diluar konsep kenegarawanan ini, berakibat beberapa pimpinan partai yang sudah Ia pegang kerah bajunya, sekaligus membuat tali jerat dileher. Sehingga berImplikasi politik, ” Jokowi mudah mengendalikan untuk mendapatkan dukungan terhadap diskresi politik , hukum dan ekonomi dari para anggota legislatif “, dan akhirnya menjalar ikatan benang merahnya, selain berimbas ke para eksekutif secara general, berlanjut kepada lembaga yudilatif pun ikut terkontaminasi.

Sehingga praktik Jokowi mempertahankan kekuasaan dengan cara melanggar asas – asas hukum pidana, yakni obstruksi hukum dan atau pembiaran. Implikasinya membuahkan kristalisasi sebuah sistim atau jalinan yang eko sistim, atau ikatan bak mata rantai kekuatan politik dan kekuasaan yang Ia miliki, menjadi sistim kekuatan di- ketiga lembaga penopang negara (Eksekutif, legislatif dan yudikatif).

Maka pernyataan sikap atau gagasan Faizal, cukup bijaksana dan sudah sepantasnya, bahkan semestinya Jokowi sudah sejak lama dimakzulkan oleh DPR RI. Langsung melalui MPR. RI. Tanpa DPR RI butuh mengajukan permohonan ke Mahkamah Konstitusi/ MK. Oleh sebab mempertimbangkan rawannya dampak sosial politik serta mengingat analogi daripada asas Constante Justitie atau sistim cepat atau tidak bertentangan- tele, sederhana dan biaya murah.

Dan makzulnya Jokowi sebagai langkah hemat enerji bagi bakal Pekerjaan Rumah pemimpin pengganti, dan terpenting, agar rakyat bangsa ini tidak semakin bertambah ” repot “, tidak dijejali fenomena aneka rupa kebijakan yang overlap, sungsang, suka – suka Jokowi serta akan menambah keterputurukan kehidupan sosial, hukum dan ekonomi rakyat bangsa ini, setelah dirinya tinggal landas dari pemerintahan “.

Karena Jokowi selama ini dalam menyelenggarakan pemerintahan hanya berlandaskan ego atau hasrat pribadinya saja, tanpa perencanaan yang matang, dan berbagai kebijakannya dalam semua sektor, nampak tanpa agenda, seperti tidak memiliki konsep jelas, mirip sekedar manajemen tradisional yang mengelola warung kueh atau toko klontong.