Oleh : Sholihin MS
Keputusan Megawati mencapreskan Ganjar Pranowo tidak terduga dan mementahkan prediksi para pengamat, sekaligus membuat Jokowi makin kelimpungan.
Semula Ganjar sangat digadang-gadang untuk bisa menggantikan Jokowi karena dianggap bisa melanjutkan program Jokowi sekaligus menyelamatkan dosa-dosa politik Jokowi. Ganjar sendiri menunjukkan keberpihakannya kepada Jokowi, yang membuat Megawati dan PDIP sebagai “pemilik” Ganjar tidak suka dan merasa berang dengan orang atau partai yang mengganggu Ganjar dengan mendukung pencapresan Ganjar. Megawati berkali-kali mengecam pihak-pihak yang mencapreskan calon dari partainya (PDIP). Sindiran ini selain ditujukan kepada Nasdem, juga menyindir Jokowi, PSI dan PAN.
Ketika PDIP tidak juga juga mengumumkan capresnya, orang menduga-duga kalau Puan sebagai penerus trach Soekarno belum menemukan pasangan koalisi untuk jadi cawapresnya. Apalagi dengan dibentuknya koalisi besar di mana Prabowo sebagai capresnya, peta politik mengarah kepada tiga capres ; Anies, Prabowo, dan Puan
Tapi tanpa terduga dan diprediksi sebelumnya, Megawati tiba-tiba membuat keputusan mengejutkan : mencapreskan Ganjar Pranowo dari PDIP. Pencapresan Ganjar oleh PDIP tidak terlepas dari beberapa faktor :
Pertama, Elektabilitas Puan sangat rendah
Sebenarnya bagi Megawati menghadapi dilema : Mencalonkan Puan yang elektabilitasnya rendah hampir dipastikan akan kalah di Pemilu 2024, tapi jika mencapreskan Ganjar resikonya keberlangsungan trach Soekarno terancam. Namun dari segi elektabilitas, Ganjar (menurut lembaga survey “bayaran”) elektabilitasnya tinggi. Jadi Ganjar berpeluang menang. Maka opsi ini yang dipilih oleh Megawati
Kedua, Jika Ganjar yang maju kemungkinan akan menjadi magnet bagi parpol lain (koalisi pemerintah atau partai pro Jokowi akan bergabung)
Partai-partai koalisi Jokowi kemungkinan akan terpecah menjadi dua : sebagian mendukung Prabowo sebagaian mendukung Ganjar. PSI dan Hanura sudah menyatakan mendukung Ganjar. Partai Golkar, kalau tidak ke Anies, akan ke Prabowo. PAN, P3, dan PBB mungkin akan ke Prabowo (jika Jokowi masih dukung Prabowo).
Ketiga, Dengan mencapreskan Ganjar oleh PDIP seolah “menggergaji” dan mengambil alih kekuasaan Jokowi terhadap Ganjar.
Selama ini Ganjar disebut sebagai proxy dan suksessor Jokowi. Dengan dicapreskannya Ganjar oleh PDIP, Jokowi semakin kelimpungan karena tidak lagi punya akses terhadap Ganjar. Wajah kelimpungan itu terlihat ketika menghadiri acara deklarasi pencapresan Ganjar oleh PDIP
Keempat, Dengan dicapreskannya Ganjar oleh PDIP maka dukungan Jokowi terhadap Prabowo sudah tidak ada artinya.
Elektabilitas Prabowo dipastikan akan turun, karena suara yang semula mendukung Prabowo sebagian besar sudah bermigrasi ke Anies, dan sekarang sebagiannya (sebagian kecil) akan beralih ke Ganjar. Dukungan terhadap Prabowo makin kecil, sekalipun sudah di-endors oleh Jokowi.
Kekuasaan Jokowi benar-benar sedang dilucuti oleh Megawati, sebagai pembalasan atas “kenakalan” Jokowi terhadap Megawati (PDIP)
Selain peluang Jokowi untuk Tunda Pemilu dan perpanjang masa jabatan sudah tertutup (Pemilu akan dilaksanakan sesuai jadwal, juga peran Jokowi dalam meng-endorse capres dukungannya sudah tidak punya pengaruh lagi.
Jokowi sedang berusaha menduetkan Ganjar-Prabowo, sehingga capres hanya diikuti dua calon (untuk memudahkan kecurangan). Akankah Prabowo terkecoh dengan strategi busuk Jokowi ? Jika Prabowo jadi cawapres Ganjar, maka Prabowo akan dijuluki Capres spesial gagal dan ditipu Jokowi berkali-kali.
Jokowi sedang menghadapi sindrom ketakutan dengan kelengserannya (lengser keprabon) yang sangat mengerikan. Di detik-detik kejatuhannya akankah Jokowi akan semakin bertindak “brutal” atau akan “bertobat” dan kembali ke jalan yang benar ?
Hanya waktu yang akan menjawabnya.
Bandung, 2 Syawwl 1444