Samad Cs Minta Mundur, Pejabat Istana: Bentuk Kebencian

Abraham Samad yang berujuk rasa dan meminta Ketua Komisi Pemberantasan Komisi (KPK) Firli Bahuri mundur merupakan bentuk kebencian.

“Kalau ada diksi minta mundur, kalau narasinya kaya begitu, itu artinya yang ada tinggal kebencian, bukan dalam rangka menjaga lembaga yang pernah mereka pimpin itu untuk lebih baik,” kata Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden, Ali Mochtar Ngabalin beberapa waktu lalu.

Ali menilai, jika menemukan adanya data-data yang bocor, maka yang tepat adalah membuat aduan ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK.

“Tapi kalau dia ikut demonstrasi kemudian minta mendesak agar Firli itu berhenti, itu apa itu. Bekas pimpinan KPK model apa kaya begitu? Masa sih semua urusan begitu gayanya, padahal mereka itu kan orang-orang hebat, orang-orang yang pernah memimpin itu KPK,” kata Ali.

Ali melihat, hal itu terjadi karena adanya kebencian yang tertanam pada diri mereka. Mereka yang dimaksud adalah, pihak-pihak yang turut demontrasi, seperti mantan Komisioner KPK Abraham Samad, Bambang Widjojanto, Saut Situmorang, dan mantan pegawai KPK Novel Baswedan.

Ali pun turut menyoroti adanya tuduhan-tuduhan terhadap Firli yang dituduh berperan sendiri dalam memberhentikan dengan hormat Brigjen Endar Priantoro dari jabatan Direktur Penyelidikan KPK. Padahal, keputusan itu adalah putusan kelima pimpinan KPK.

“Nuduh-nuduh bilang Pak Firli yang menyelesaikan perkara sendiri, teken sendiri, arogansi dan lain, ini mantan pimpinan kok begini cara berpikirnya. Jangan lah yang begini-begini. Pakai panggung lain. Masuk aja partai politik biar lebih enak ngomongnya. Bikin partai politik, kumpulkan kawan-kawanmu semua. Jadi partai politik supaya enak ngomong, gerakanmu enak, orang-orang gak akan macam-macam nilainya. Jangan sok-sok alergi politik, tapi peran-peran politiknya kaya orang kehabisan obat,” pungkas Ali.