Narasi Politik Identitas Rekayasa Kaum Sekularis dan Kapitalis

Oleh: Sutoyo Abadi (Koordinator Kajian Politik Merah Putih)

Jik merujuk ke Pasal 280 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, tidak ada penjelasan yang detil tentang pengertian politik identitas.

Pasal yang mengatur hal ini hanya memuat tentang kampanye yang dilarang menghina, menghasut, mengadu domba, dan menggunakan kekerasan. Tidak ada defenisi dalam penjelasan UU Pemilu sebagai rujukan tiba tiba muncul narasi politik identitas.

Di tengah jalan narasi politik identitas langsung di stempel sebagai politik SARA. Sejak awal makna politik identitas tidak jelas definisinya langsung di arahkan menjadi politik agama. Atau gerakan politik yang berbasis kesamaan suku, agama, ras dan etnik adalah politik identitas yang harus dicegah atau dilarang.

Kalau begini nalarnya, apakah partai politik yang berbasis agama harus dilarang. Tantangan ini bisa jadi mereka akan membantah dan membela diri, itu biasa.

Di negara-negara maju, teori diilhami oleh praktik. Membela diri di negara berkembang, praktik diilhami oleh teori. Gimana dengan Indonesia? Pejabat negara dan politisi kita sok merasa pintar, sehingga lain sekolahnya lain bicaranya (DR. Mulyadi)

Kenapa politik identitas dilarang. Mereka mendalilkan bahwa politik identitas akan menggiring opini publik bahwa orang yang tidak beridentitas sama dengan mereka tidak pantas untuk menjadi pemimpin. Ini tentu saja menyebabkan kaum minoritas akan kehilangan hak yang sama dalam pemerintahan negara, khususnya dalam ranah pemilu maupun pemilihan.

Padahal fakta politik politik identitas justru kebanyakan dari masyarakat minoritas. Tidak bisa di definisikan bahwa politik identitas adalah gerakan umat Islam yang mayoritas, yang saat itu sedang menjadi sasaran untuk dilemahkan gerakan politiknya.

Dirunut sejarahnya kapanpun kaum sekular kapitalis dan komunis tidak akan suka umat Islam mengendalikan politik atau menjadi pemimpin politik sekalipun di negara mayoritas umat Islam di Indonesia.

Kaum kapitalis bentuk lain kolonialis gaya baru bersenyawa dengan faham komunis tidak pernah akan merasa lelah dan berhenti menyerang umat Islam dengan berbagai rekayasa politiknya untuk melemahkan dan menelikung politik umat Islam.

Semua narasi dan definisi politik identitas tak lebih hanya rekayasa mereka, dan memaksakan kehendaknya kepada orang lain.

Politik identitas adalah wacana menyesatkan. Menentang politik identitas berarti sama saja dengan menghilangkan moralitas agama dalam dunia politik. Akibatnya, politik akan kehilangan arah dan terjebak dalam moralitas yang relatif dan etika yang situasional.

Anjuran bernada larangan tentang politik identitas adalah proyek besar sekularisme, yang menghendaki agama dipisah dari semua sendi kehidupan, termasuk politik.

Dengan demikian kita tunggu kalau ada yang berani membuat definisi bahwa politik identitas adalah bertentangan dengan pancasila. Kecuali otaknya sudah sungsang dan ngawur hanya karena dapat titipan proyek membuat definisi sebagai antek asing kaun kapitalis.

Sampai ada yang nekad jangan menyuarakan, bicara dan mendiskusikan politik di masjid. Akibat ketidak ketidak pahaman fungsi masjid dan bahwa Islam adalah rahmatal lill alamiin, atau mereka memang terang terangan ingin melemahkan atau menghancurkan Islam.

“Bagi umat Islam, selain tempat ibadah, masjid adalah pusat inkubasi ide dan etalase gagasan, menjadi ruang pertemuan pikiran untuk menyusun rencana dan strategi keumatan, dan menjadi titik nol sebuah perjuangan, termasuk di dalamnya jihad politik (Ridlo Rahmadi)

Seorang pejabat negara yang kebetulan bukan Islam begitu bersemangat melarang aktivitas politik di masjid. Hati hati itu gagasan sesat. Itu politik provokasi dan adu domba. Bagi umat Islam, masjid tidak hanya tempat ibadah.

Sedang berlangsung proses pembodohan dengan narasi menentang politik identitas disuarakan hampir seluruh partai politik di Indonesia. Bahkan narasi menolak penggunaan politik identitas ini juga menjadi pesan-pesan pemerintah pusat agar masyarakat tidak mengedepankan politik identitas.

Bisa jadi suara mereka tak lebih seperti suara gerombolan domba yang sedang dikendalikan oleh majikannya kemana mereka bergerak untuk mendapatkan makanan.

Mereka berdalih, politik identitas menjadi penyebab polarisasi masyarakat pada dua pemilu sebelumnya. Itu semua omong kosong awal narasi ini muncul gara-gara Ahok kalah oleh Anies Baswedan dalam Pilkada DKI.

Sedangkan Ahok yang senyawa dengan Jokowi merasa sangat kecewa atas kekalahan Ahok yang merupakan titipan skenario besar harus bisa menjadi Preseden di Indonesia, dan ini skenario politik asing yang sangat panjang untuk bisa menguasai Indonesia, ahirnya berantakan.

Narasi politik identitas adalah rekayasa kaum sekularis dan kapitalis orderan dari Neo Kapitalis gaya baru.

Partai Ummat yang menentang narasi politik identitas adalah sikap cerdas dan cemerlang

Simak berita dan artikel lainnya di Google News