Oleh: Sutoyo Abadi (Koordinator Kajian Politik Merah Putih)
Elektabilitas Anies Baswedan terus naik. Bahkan hampir semua pooling tanpa rekayasa Anies Baswedan ada pada anggap 70 – 80 %. Otomatis membuat panik Istana, karena Anies Baswedan bukan Capres yang dikehendaki Istana.
Rekayasa konspirasi dari Istana menjegal Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan maju sebagai calon Presiden di Pemilihan Presiden 2024 mendatang sudah tercium lama. Hanya saat ini rekayasa tersebut makin terang terangan.
Istana tidak peduli bahwa Anies berhak menikmati kebebasannya dalam upaya eksplorasi potensinya di Pilpres 2024. Hanya gurita kekuatan yang sedang mencengkeram negara ini tidak menghendaki Capres Anies Baswedan, maka kekuatan Istana harus bertindak menghalangi Anies Baswedan apapun cara harus gagal sebagai Capres kedepan.
Anies Baswedan sangat mengerti bahwa Istana akan menjegal dan mengepungnya. Justru Anies Baswedan tidak pedulikan bahkan makin semangat mendulang dan memompa pendukungnya.
Demikian juga pengusungnya – Partai Nasdem, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Demokrat sudah membaca konspirasi itu, makin lama makin jelas arah untuk menjegal Anies itu, dari segala arah.
Yang paling nyata adalah soal Formula E yang sempat diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun kasus itu tidak terbukti adanya tindak pidana korupsi. Ahirnya mentok hanya rekayasa ini belum selesai, masih terus diburu kelemahan lainnya.
Istana mencoba menutup mata Capres yang diusung Istana juga ada masalah, seperti Ganjar Pranowo ada soal e-KTP, begitu pun Erick Thohir ada masalah yang justru mereka akan di tutup rapat.
Dalam bayangan dan kehendak Istana siapa pun bisa maju, tetapi yang dia inginkan hanya satu yaitu yang dia setujui itu. Semua cacat yang dimiliki bisa diatur untuk diamankan.
Pilpres 2024 mendatang dengan sistem seperti saat ini tetap membahayakan demokrasi, karena peran para bandar – bandit dan badut politik dan ekonomi yang lazim kita kenal para Taipan Oligarki sudah menguasai semua lini dan sistem kekuasaan sudah dalam genggamannya. Dengan kekuatan modal finansial yang sangat besar.
Tanpa keajaiban dipastikan tidak adil proses dan hasilnya dalam Pilpres mendatang akan terjadi keributan, manipulasi angka dan kecurangan lainnya.
Tidak lazim Presiden yang akan mengakhiri masa jabatannya ikut cawe-cawe. Orang yang berkuasa bisa melakukan rekayasa apa saja untuk rekayasa memenangkan Capres pilihannya
Ahir ahir ini terjadi fenomena aneh sekalipun sebenar sudah tercium akan kemunculannya. Sandiaga Uno dilibatkan istana dalam menjalankan strategi capres-cawapres istana. “menyerang” Anies Baswedan soal klaim perjanjian dan utang 50 miliar.
Skenario ini sudah cukup waktu sebagai alternatif serangan ke Anies ketika berbagai opsi mengalami kebuntuan. Mereka mengira akan bisa menjadi kekuatan merongrong kredibilitas Anies Baswedan. Nampak akan gagal juga, justru imbas kekuatan menyerang balik Istana.
Setelah pihak tim Anies Baswedan menyebar dokumen resmi bahwa tidak ada hutang setelah (saat itu) Anies dan Sandiaga Uno terpilih menjadi gubernur DKI.
Tujuannya adalah untuk “mengepung” Anies dengan cara memecah fokus suara Anies yang kini jadi kandidat terkuat dari kalangan oposisi.
Memanfaatkan Sandiaga Uno, seperti biasa Presiden bermain dengan janjinya bahwa Sandiaga akan diposisikan sebagai Cawapres siapapun Capres nya. Akan ditempatkan dalam formasi capres-cawapres istana.
Lupa atau sengaja hanya test the water. Sayang figur Sandiaga Uno riil politik sudah hilang dari radar pendukungnya seperti saat maju bersama Prabowo Subianto.
Sandiaga sudah tidak memiliki nilai tawar apapun untuk basis pendukung dan pemilihnya dahulu muncul notabene oposisi, sudah kehilangan kaki.
Secara alami kekuatan oposisi sudah pindah bersama Anies Baswedan, bahkan nampaknya kekuatan pendukung Anies saat ini lebih histeris dari pendukung PS dan SU saat itu.
Sandiaga harus mampu mengukur diri dan harus bisa membaca skenario istana seolah olah menimbang betul untuk dimajukan dalam skenario capres-cawapres kubu penguasa di 2024, dugaan kuat hanya akal bulus belaka.
Kalau Sandiaga mengikuti skenario istana tanpa berhitung politik yang riil dan cermat atas realitas politik yang ada , Sandiaga akan masuk ada jebakan yang parah dan dalam.
Sekalipun saat ini sebagai pembantu presiden (menteri) dan harus loyal pada Presiden tetapi tidak dalam skenario pencapresan kedepan harus bisa memposisikan diri dengan hati hati.
Berkali kali Permainan politik konvensional Presiden dengan menjanjikan siapapun yang dia inginkan dengan janji janjinya hanya sekedar proforma yang membahayakan bagi yang bersangkutan.
Rekayasa mengepung Anies Baswedan masih berlangsung bahkan konon setiap jam empat sore tim istana mengadakan rapat memantau perkembangan politik Anies Baswedan yang makin tak terbendung.
Semakin dibendung kumpulan emosi masyarakat makin membesar (seperti bendungan air). Terus memaksakan diri membendung, misalnya dengan menunda Pemilu justru resiko politik kekuatan rakyat akan metamorfosis enjadi people power.
Artinya emosi rakyat bisa menerjang kemana mana. Jalan terbaik Presiden netral tidak ikut terlibat dalam pencapresan kedepan. Hanya sebagian pengamat politik mengetahui ada kekuatan yang sangat besar Presiden ada tanggung jawab untuk menjegal Anies Baswedan.