Din Syamsuddin sudah Lama Kehilangan Kepercayaan terhadap MK

Masyarakat sudah tidak percaya terhadap Mahkamah Konstitusi (MK) sejak hasil gugatan Pemilihan Presiden 2019 sampai ditolaknya Presidential Threshold (PT) 0 persen.

“Saya sendiri sudah lama kehilangan kepercayaan terhadap Mahkamah Konstitusi. Keputusan MK tentang gugatan terhadap hasil Pemilihan Presiden 2019 mengusik rasa keadilan karena bukti-bukti pelanggaran terstruktur, sistematis, dan massif tidak didalami, apalagi dalam konteks sifat Pemilu/Pilpres jujur dan adil. Meninggalnya 700-an petugas TPS tidak disentuh dan dijadikan pertimbangan,” kata mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin kepada wartawan, Jumat (3/2/2023).

Kata Din, sikap Mahkamah Konstitusi terhadap permohonan judicial review oleh PP Muhammadiyah terhadap tiga Undang-undang (UU 24/1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar, UU 30/2009 tentang Tenagakelistrikan, dan UU 1/1967 tentang Penanaman Modal Asing) yang dinilai merugikan negara dimanipulasi oleh MK.

“Dikatakan dimanipulasi karena pendaftaran judicial review ketiga undang-undang tersebut pada tahun 2014 dinyatakan kemudian oleh pihak MK tidak ada (tidak terdaftar sehingga tidak dibahas),” ungkapnya.

Pernyataan MK gugatan tidak terdaftar, kata Din bertentangan dengan kenyataan bahwa: a. Tim Advokat PP Muhammadiyah waktu itu nyata-nyata dan terbukti di depan mata saya sendiri melakukan pendaftaran di loket MK. b. Ketua MK waktu itu Prof. Dr. Arief Hidayat, SH, MH bahkan mempersilakan kami pada hari pendaftaran melakukan konperensi pers di sebuah ruangan MK.

“Tapi beberapa waktu (sekitar setahun kemudian) beliau menyampaikan kepada saya bahwa pendaftaran gugatan tidak ada,” ungkapnya.

Tim advokat PP Muhammadiyah sudah menyimpan kecurigaan bahwa gugatan tersebut tidak akan dibahas karena saat PP Muhammadiyah beberapa waktu kemudian beraudiensi kepada Presiden Joko Widodo di Istana Negara (dalam rangka Muktamar Muhammadiyah 2015 dan menyampaikan perihal gugatan terhadap ketiga undang-undang tersebut), Presiden Joko Widodo yang menerima kami dengan seragam militer mengatakan “tapi gugatan terhadap ketiga Undang-Undang tersebut tidak tepat waktu”.

Pernyataan tersebut menimbulkan kecurigaan bahwa pemerintah melakulan intervensi terhadap penegakan hukum dan terbukti kemudian bahwa MK tidak cukup mandiri dengan tidak memproses gugatan PP Muhammadiyah bahkan berbohong dengan mengatakan bahwa tidak ada pendaftaran gugatan tersebut.

“Kedua fakta di atas (gugatan seorang pengacara tentang pengubahan frasa dalam keputusan dan kesaksian saya sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah 2005-2015) membawa kesimpulan dan dugaan bahwa MK gagal menjadi penegak hukum tertinggi dan terakhir,” jelasnya.

Jika ini berlanjut, kata Din, terutama dalam penetapan hal strategis semisal tentang Pemilu dan Pilpres, maka akan menimbulkan kerusakan legal-struktural, yang potensial membawa malapetaka dalam kehidupan kebangsaan dan kenegaraan Indonesia.

“Saya tidak sepakat jika dilakukan generalisasi terhadap segenap Hakim Mahkamah Konstitusi, karena saya mengetahui cukup ada Hakim MK yang berintegritas, yang tidak hubbud dunya wa karahiyyatul maut (cinta dunia dan takut mati), dan mereka menyadari ada Hakim Tertinggi (Ahkamul Hakimin) di Hari Pembalasan nanti,” pungkasnya.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News