Wali Songo yang menyebarkan agama Islam di tanah Jawa berasal dari China. Mereka bukan dari tanah Arab.
“Republik kita punya, nenek moyang kita yang bikin. Sejarah Wali Songo yang dipuja-puji orang Islam itu bangsa China. Sunan Ampel, Sunan Bonang. Cheng Ho. tidak perlu ragu, Ini bukan penghinaan, my father Is China, my Mother is China,” kata Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Ali Mochtar Ngabalin dalam video yang beredar.
Ia juga meminta warga Tionghoa tidak perlu ragu menggunakan identitas sebagaimana kelompok lain karena masih dalam bingkai NKRI.
“Saya katakan ke katolik dan protestan membuat salib gede-gede. Saya memakai sorban karena Islam,” ungkapnya.
Sejarawan yang menyatakan bahwa Walisongo keturunan China atau Thionghoa Muslim adalah Prof Slamet Muljana dalam buku “Runtuhnya Kerajaan Hindu Jawa”.
Pemerintah Orde Baru melarang terbitnya buku tersebut karena mengundang kontroversi di tengah umat Islam.
Slamet Muljana berpendapat begitu setelah merujuk kepada tulisan Mangaraja Onggang Parlindungan, yang kemudian merujuk kepada seseorang yang bernama Resident Poortman. Nama terakhir ini hingga kini identitas dan kredibilitasnya sebagai sejarawan tak sebanding Snouck Hurgronje dan L.W.C. Van Den Berg, alias diragukan.
Martin Van Bruinessen, sejarawan Belanda masa kini yang banyak mengkaji sejarah Islam di Indonesia, bahkan tak sekali pun menyebut nama Poortman dalam buku-bukunya yang diakui sangat detail dan banyak dijadikan referensi.
Salah satu ulasan atas tulisan HJ De Graaf, Th.G.Th. Pigeaud, M.C. Ricklefs berjudul “Chinese Muslims in Java in The 15th and 16th Centuries” adalah yang ditulis oleh Russell Jones. Di sana, ia meragukan pula tentang keberadaan seorang Poortman. Bila orang itu ada dan bukan bernama lain, seharusnya dapat dengan mudah dibuktikan mengingat ceritanya yang cukup lengkap dalam tulisan Mangaraja Onggang Parlindungan.
Sementara itu, kebanyakan sejarawan menyebut Walisongo sebagian besar adalah kaum Sayyid atau Syarif (keturunan Nabi) berasal dari Hadramaut, Yaman. Ada pula yang menyebut keturunan Samarkand (Asia Tengah), Champa atau tempat lainnya, tapi bukan China. Muhammad al-Baqir dalam bukunya “Thariqah Menuju Kebahagiaan”, misalnya, mendukung bahwa Walisongo adalah keturunan Hadramaut (Yaman).
Selain itu, LWC Van Den Berg, Islamolog dan ahli hukum Belanda yang mengadakan riset pada 1884-1886, dalam bukunya “Le Hadhramout Et Les Colonies Arabes Dans L’archipel Indien” (1886) mengatakan bahwa penyiaran agama Islam (ke Indonesia) adalah dari para Sayyid atau Syarif.
“Dengan perantara mereka agama Islam tersiar di antara raja-raja Hindu di Jawa dan lainnya. Selain dari mereka ini, walaupun ada juga sukusuku lain Hadramaut –yang bukan golongan Sayyid atau Syarif– tetapi mereka ini tidak meninggalkan pengaruh sebesar itu,” tulisnya.
Menurut Van Den Berg, pada abad ke15, di Jawa sudah terdapat penduduk bangsa Arab atau keturunannya, yaitu sesudah masa kerajaan Majapahit yang kuat itu. Orangorang Arab bercampur dengan penduduk, dan sebagian mereka mempuyai jabatan-jabatan tinggi. Mereka terikat dengan pergaulan dan kekeluargaan tingkat atas.
Rupanya pembesar-pembesar Hindu di kepulauan Hindia telah terpengaruh oleh sifat-sifat keahlian Arab, oleh karena sebagian besar mereka berketurunan Nabi Muhammad SAW. “Orangorang Arab Hadramaut membawa kepada orangorang Hindu pikiran baru yang diteruskan oleh peranakan-peranakan Arab, mengikuti jejak nenek moyangnya,” tuturnya.
Pernyataan Van Den Berg secara lebih spesifik menyebut abad ke-15 sebagai abad kedatangan atau kelahiran sebagian besar Walisongo di pulau Jawa. Abad ke-15 ini jauh lebih awal dari abad ke-18 yang merupakan saat kedatangan gelombang berikutnya, yaitu kaum Hadramaut yang bermarga Assegaf, Al-Habsyi, Al-Hadad, Alaydrus, Al-Attas, Al-Jufri, Syihab, Syahab, dan banyak marga Hadramaut lainnya.