Oleh: Sutoyo Abadi (Koordinator Kajian Politik Merah Putih)
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marinves) Luhut Binsar Panjaitan (LBP) dipercaya Presiden Joko Widodo alias Jokowi memegang jabatan baru. Kali ini, Luhut diperintahkan Jokowi untuk membereskan persoalan minyak goreng (migor)
Lagi lagi penunjukkan LBP mengurus minyak goreng jelas salah tunjuk. Karena mematikan fungsi fungsi Mengko perekonomian, Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan. Presiden sendiri berpotensi menimbulkan disharmoni dalam kabinet. Seolah olah menteri terkait hanya sebagai menteri pajangan (mati suri).
Penunjukkan LBP juga berpotensi melahirkan isu konflik kepentingan. sebab menurutnya LBP dikenal dekat dengan figur-figur yang saat ini bermasalah hukum dalam kasus minyak goreng.
Rakyat sudah mempersepsikan bahwa LBP itu bagian dari masalah, yang harus diatasi bukan justru ada penunjukkan untuk mengatasi masalah. Ini hanya dagelan jeruk makan jeruk. Terlalu sering dikait-kaitkan dengan konflik kepentingan dalam urusan kebijakan yang dia tangani. Isu negatif kedekatan LBP dengan para pemain sawit akan membesar masalah ditengah masyarakat.
Trauma masyarakat masih sangat kuat, ketika menjadi komandan penanganan masalah pandemi, muncul isu bisnis antigen dan PCR yang bikin heboh. Ketika ditunjuk menjadi Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional, terendengar keributan keterlibatan LBP dalam perseteruan konsesi proyek pembangunan PLTA terbesar di Asean yang rencananya dibangun di Sungai Kayan, Kalimantan Utara.
Inti masalah harga (saat ini) dan kelangkaan (saat itu) Migor itu soal produksi yang dilepas dikusai oligarki, dengan segala masalahnya termasuk menarik banyak pihak terseret oligarki untuk terlibat cari untung besar besaran dan regulasi pemerintah yang tidak konsisten, karena kalah dan tunduk atas kuasa Oligarki yang sangat kuat hingga akhirnya membuka ruang bagi mereka untuk melakukan apa saja yang mereka mau, bebas berspekulasi, manipulasi dan melakukan penyeludupan.
Terpantau LBP mengaku: sudah punya solusi untuk masalah minyak goreng. Ia mengatakan supai minyak goreng untuk masyarakat sudah cukup, namun perlu memastikan distribusi dan penyalurannya. Akan melakukan audit perkebunan kelapa sawit di Indonesia mulai Juni 2022.
Indikasi ini awal petunjuk LBP akan melakukan kebijakan yang asal asalan. Proforma awal sudah kelihatan tidak akan menyentuh akar masalah tetapi akan berputar-putar kesana kemari.
Kalaulah kuasa presiden lebih kuat dari Oligarki tidak akan sulit mengatasi harga Migor dengan segala masalahnya. Ketika pasokan jelas mencukupi untuk mengembalikan harga ke angka kisaran Rp. 11.000 dan menghilangkam pasokan minyak goreng curah dan kemasan yang dimainkan distributor sangatlah mudah.
Langkah LBP bisa ditebak yang akan muncul hanya kebijakan gimmick dan pencitraan, akan muncul seolah olah ada penurunan harga bahkan akan ada bantuan langsung tunai dan kebijakan lain yang sama sekali tidak mengatasi masalahnya.
Kebijakan yang akan muncul tidak akan sampai bagaimana pengolahan minyak goreng dari hulu sampai hilir harus di kuasai negara melalu Badan Usaha Milik Negara, menurunkan harga ke angka Rp. 11.000. Kebijakan Migor dalam satu harga ( hilangkan harga disparitas ), kepastian, kebijakan , keputusan negara yang bersifat tetap dalam menentukan HET tetapi hanya berputar putar tidak jelas arahnya.
Negara dalam hal ini Presiden tidak akan berani stop Oligarki mencari keuntungan besar besaran diatas penderitaan rakyat. Terbukti hanya dalam waktu 25 hari dr kebijakan negara melarang ekspor sawit mentah ( CPO ) yang dikeluarkan Presiden pada tanggal 28 April 2022 sudah menyerah dan dibuka kembali ekspor.
Stigma masyarakat akan makin kuat dan terbukti benar setelah LBP gagal menjadi masalah Migor karena yang bersangkutan sesungguhnya bagian dari masalah yang harus diatasi bahkan dicegah jangan ikut campur mengatasi masalah minyak goreng,
LBP akan gagal membatasi Migor dan rakyat akan tetap menjadi korban dari kebijakan Oligarki yang kuasanya sudah diatas kuasa Presiden. LBP tidak akan mampu mengatasinya, selain hanya akan melakukan kebijakan gimmick dan pencitraan.
Bisa saja mereka merasa percaya diri atas keadaan yang terjadi. Tidak menyadari bahwa cara mengatasi hanya persoalan Migor akan menarik kekuatan rakyat yang akan mengatasinya, rakyat akan melawan pemerintah. Sudah banyak masalah yang menyengsarakan rakyat sementara Rezim seperti tuli dan menutup mata akan keadaan yang ada dan bahaya yang akan terjadi.