Oleh: Tarmidzi Yusuf (Pegiat Dakwah dan Sosial)
Sekitar pertengahan tahun 2021 isu presiden 3 periode mulai diperbincangkan publik Indonesia. Berbarengan dengan itu, Direktur Eksekutif Barometer Muhammad Qodari melontarkan gagasan duet Jokowi-Prabowo.
Relawan Jokowi-Prabowo sempat deklarasi walaupun akhirnya meredup. Mungkin tidak laku ‘dijual’. Rakyat mulai cerdas. Merasakan susahnya hidup di era dua periode Jokowi. Track record Jokowi selama 7,5 tahun suram di mata rakyat. Moncer di mata buzzeRp.
Isu presiden tiga periode gembos. PDIP, partai tempat bernaungnya Jokowi tidak merestui amandemen Pasal 7 UUD 1945 yang mengatur masa jabatan presiden. Pintu masuknya melalui amandemen UUD 1945 tentang Pokok-pokok Haluan Negara (PPHN) yang digaungkan oleh Ketua MPR, Bambang Soesatyo.
Pasca presiden tiga periode ditolak oleh mayoritas partai parlemen. Muncul kembali isu penundaan pemilu yang disuarakan oleh tiga partai koalisi Jokowi-Ma’ruf Amin, yaitu Golkar, PAN dan PKB. Lagi-lagi usulan penundaan pemilu ditolak oleh mayoritas partai koalisi Pemerintah yang dimotori oleh PDIP dan Gerindra ditambah dua partai oposisi, yaitu PKS dan Demokrat yang mendukung penolakan gagasan penundaan pemilu.
Peluang presiden tiga periode dan penundaan pemilu guna memperpanjang kekuasaan Jokowi boleh dikatakan sudah tertutup rapat. Khawatir amandemen UUD 1945 tentang PPHN ditunggangi presiden tiga periode akhirnya ditunda. Kini, berkembang isu baru duet Prabowo-Jokowi.
Wacana Prabowo-Jokowi menimbulkan spekulasi di publik. Ada udang dibalik batu. Presiden tiga periode gagal. Penundaan pemilu juga gagal. Terakhir, upaya lain dengan memunculkan jago lain calon presiden yang dikehendaki oligarki dan kelompok kiri radikal.
Duet Prabowo-Jokowi serius atau hanya sekedar cek sound yang menyimpan agenda politik tertentu? Menggagalkan rencana duet Prabowo-Puan misalnya. Targetnya? Berkembang spekulasi sebagai upaya ‘merebut’ tiket PDIP sebagai kendaraan politik untuk mengusung Ganjar Pranowo sebagai calon presiden yang diusung PDIP. Ada upaya pihak tertentu mengembalikan suasana tahun 2014 saat Jokowi berhasil mendapat tiket PDIP.
Bila duet Prabowo-Jokowi tidak mendapat hasil yang memadai untuk ‘memecah’ rencana duet Prabowo-Puan. Kabarnya berkembang desas-desus untuk menduetkan Ganjar-Erick atau Ganjar-Airlangga melalui partai yang berseragam kuning.
Bila upaya ini menemui jalan buntu. Tidak menutup kemungkinan Pilpres 2024 head to head antara Prabowo-Puan versus Anies-Ganjar. Benarkah? Wait and see. Permainan sudah dimulai.
Wallahua’lam bish-shawab
Garut, 22 Ramadhan 1443/24 April 2022