Strategi Dakwah Muhammadiyah Menembus Desa di Banyuwangi

Uncategorized

Penolakan pembangunan Masjid Muhammadiyah di Desa Sraten, Kecamatan Cluring, Kabupaten Banyuwangi oleh warga NU justru harus memunculkan strategi baru dakwah organisasi yang didirikan KH Ahmad Dahlan itu.

“Strategi baru dakwah dengan membangun Amal Usaha Muhamamdiyah (AUM) dahulu, seperti sekolah, pondok pesantren, panti sosial (santunan bagi warga tidak mampu), atau klinik kesehatan. Saya meyakini warga akan menerima Muhammadiyah,” kata Ketua Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Bogor Taufik Tirkaamiasa, Senen (14/6/2021).

Setelah AUM berdiri, kata Taufik, masjid atau mushola di berbagai desa di Banyuwangi bisa dibangun karena masyarakat lebih mengenal kegiatan sosial dari ormas Islam yang didirikan di Yogyakarta itu.

“Keberadaan AUM lebih utama dirasakan manfaat warga setempat untuk mengenal Muhamamdiyah. Ini sebetulnya hal yang sangat mendasar ketimbang membangun masjid dahulu. Warga Muhamamdiyah bisa memberikan pencerahan melalui AUM kepada warga setempat terlebih dulu,” ungkapnya.

Ia juga mengatakan, di Dusun Sumbermanggis, Desa Sumberurip Kecamatan Siliragung Kabupaten Banyuwangi sangat sulit ditemukan masjid Muhammadiyah. Bahkan warga di dusun tersebut yang sebagian besar warga NU, umumnya tidak begitu mengenal dengan Muhammadiyah.

“Tempat istri saya di Dusun Sumberurip, Desa Barurejo Kecamatan Siliragung, Banyuwangi warga Muhammadiyah hanya beberapa orang. Dusun Blokagung Desa Karangdoro Kecamatan Tegalsari juga tidak ada atau jarang warga Muhammadiyah dan tidak ada AUM (termasuk masjid tentunya),” jelasnya.

Taufik mengatakan, perkembangan Muhammadiyah di (pusat) Kecamatan, seperti Jajak, Gambiran apalagi Genteng cukup pesat, terutama AUM-nya, seperti sekolah, panti, klinik, bahkan di Genteng ada ITBM. Namun jika masuk ke desa-desa, dusun-dusun, sepertinya sangat kurang perkembangannya, khususnya desa-desa di selatan Genteng, hampir tidak terlihat Muhammadiyah, bisa jadi kalah dengan LDII.

“Ini tugas berat dari para pengurus di PDM dan PCM khususnya LPCR (Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting) PCM untuk membantu menguatkan dan memberi arahan PRM-PRM yang ada di desa-desa/kelurahan sebagai basis gerakan ke arah yang lebih baik. Sehingga Muhammadiyah bukan hanya mendunia, tapi juga membumi ke desa-desa, dusun-dusun di seluruh Nusantara,” paparnya.

Ia mengatakan, seorang mubaligh Muhammadiyah di sebuah desa di Kecamatan Genteng, Banyuwangi memperkenalkan ormas Islam terbesar nomor satu di Indonesia itu dengan menyantuni yatim piatu. “Seingat saya dia saat itu menjabat ketua RT, artinya walaupun mungkin hanya segelintir orang warga Muhammadiyahnya tapi peran dan fungsi sosialnya cukup signifikan,” ungkap Taufik.

Selain itu, ia mengatakan, strategi dakwah Muhammadiyah menembus desa di Banyuwangi dengan memberikan beasiswa warga setempat untuk bersekolah maupun mondok di pesantren milik Muhammadiyah. “Bisa saja warga setempat dikirim ke pesantren milik Muhammadiyah dan kembali ke desa setempat untuk berdakwah,” pungkasnya.