Politikus Demokrat Tolak Pilkada Serentak 2024

Pelaksaan Pilkada serentak 2024 yang dilakukan bersamaan dengan Pemilu Legislatif dan Pilpres 2024 akan memunculkan permasalahan bagi petugas KPPS. Berdasarkan pengalaman pelaksanaan Pileg dan Pilpres 2019 mengakibatkan 894 petugas KPPS meninggal dunia.

“Soal RUU Pemilu yang sedang dibahas di DPR. Harusnya berkaca kepada Refleksi Pemilu 2019. Dengan Pileg dan Pilpres serentak saja sebanyak 894 petugas KPPS meninggal dunia,” kata politikus Demokrat Taufik Hidayat di akun Twitter-nya @Toperendurasa1.

Kata Taufik, harusnya pemerintah memperhatikan nyawa manusia jika pelaksanaan pilkada serentak 2024. “Nyawa di republik ini hanya sebatas angka-angka bagi penguasa sekarang. Penanganan wabah covid-19 saja dengan angka meninggal segitu banyak gak ada minta maafnya, malah bangga presidennya. Mau berharap apa sih sama Jokowi,” ungkapnya.

Taufik menilai, partai politik yang tidak mengubah RUU Pemilu karena usia baru 5 tahun terlalu norak dan tidak mausuk logika. “Mereka tidak kompeten bahkan tidak pedulu dengan Hak Asasi Manusia,” papar Taufik.

Kepala Badan Komunikasi Strategis (Bakomstra) DPP Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra meminta Pilkada 2022 dan 2023 tetap dilaksanakan.

Ada tiga pertimbangan yang disampaikan oleh Herzaky terkait mengapa Demokrat tidak ingin Pilkada, Pilpres, dan Pileg diserentakkan.

Pertama, menurut dia, Pilkada bersamaan dengan Pileg dan Pilpres 2024 akan menciptakan beban teknis pemilihan berlebih bagi penyelenggara pemilu.

Ketika baru Pileg dan Pilpres saja yang disatukan pada 2019 silam, telah jatuh korban 894 petugas yang meninggal dunia dan 5.175 petugas mengalami sakit.

Menurut dia, beban kerja di Pemilu Serentak 2019 yang cukup besar menjadi salah satu faktor banyak petugas yang sakit atau meninggal dunia. Karena itu, Partai Demokrat tidak ingin penyerentakan pemilu agar kejadian nahas pada Pileg dan Pilpres serentak 2019 silam itu tidak terulang.

“Meskipun pemungutan suara pemilu dan pilkada pada 2024 direncanakan tidak bersamaan harinya, pemilu biasanya bulan April, sedangkan Pilkada pada November 2024 seperti tercantum di Pasal 201 Ayat 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, tahapan-tahapannya akan beririsan satu sama lain. Tentu hal itu akan membuat beban petugas semakin berlipat,” kata Herzaky