Penegakan Hukum di Era Jokowi Makin Kacau

Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat, Aktivis Pejuang Khilafah

Belum pernah terjadi orang bermimpi dipersoalkan dan dibawa ke ranah hukum, kecuali di era Jokowi. Penulis tidak akan mempersoalkan pelapor, karena siapapun bahkan ‘orang tidak waras pun’ bisa melaporkan semua peristiwa kepada polisi. Namun polisi lah selaku penyidik, yang memiliki otoritas untuk melakukan penelaahan apakah laporan layak diterima.

Polisi saat menerima laporan, akan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

Pertama, meneliti dan melakukan verifikasi apakah perkara yang dilaporkan adalah peristiwa pidana atau peristiwa non pidana. Semisal, ada orang melaporkan orang lain tidak mau membayar hutang, padahal sudah diperingatkan beberapa kali. Dalam peristiwa ini, tidak ada peristiwa pidana sehingga polisi mustahil menerima laporan orang berpiutang agar utangnya bisa dibayarkan.

Atau polisi tidak mungkin menerima aduan seorang gadis yang diputuskan hubungan oleh pacarnya. Meskipun sang gadis membawa bukti perjanjian sang pacar akan menikahinya.

Semuanya itu bukan peristiwa pidana, sehingga tak layak diterima sebagai laporan. Fungsi polisi adalah penyidik dalam perkara pidana.

Kedua, memastikan adanya bukti laporan yang dibawa pelapor, baik bukti tertulis atau suatu kronologis yang menerangkan bahwa peristiwa yang dilaporkan benar-benar terjadi. Polisi tidak mungkin menindaklanjuti laporan tanpa bukti, karena polisi bukanlah dukun ramal yang bisa menerawang peristiwa.

Seorang yang mengadu telah ditipu melalui jual beli online, setidaknya membawa bukti transaksi online dan bukti pembayaran onlinenya. Jika laporan hanya berdasarkan penuturan tanpa bukti, ini baru klaim. Dan polisi, tidak perlu menindaklanjuti laporan berupa klaim tanpa bukti, menghabiskan waktu saja.

Ketiga, meneliti adanya legal standing karena hukum butuh asas legalitas. Jika laporan terkait penipuan dan atau penggelapan, maka polisi wajib mengaitkan laporan dengan pasal 378 KUHP dan pasal 374 KUHP.

Kemudian polisi membuat resume deskripsi kejadian dan dugaan pasal pidana yang dilanggar. Semua itu tertuang pada bukti penerimaan laporan.

Dalam kasus penerimaan laporan terhadap terlapor Babe Haekal Hasan, kasus ini lucu dan sangat menakjubkan. Kenapa ? Karena peristiwa yang dijadikan objek laporan adalah mimpi.

Mimpi bukanlah objek hukum yang bisa dimintai pertanggungjawaban hukum baik pidana maupun perdata. Orang yang bermimpi merampok, membunuh, membakar istana presiden, membunuh presiden, menggantung leher para menteri, tetap saja tidak bisa diproses hukum, terlepas mimpinya benar atau mengada-ada. Sebab, mimpi bukanlah peristiwa yang bisa dilakukan penyelidikan apalagi penyidikan.

Soal kabar Babe Haekal, ditanyakan bukti tentang mimpinya bertemu Rasulullah Muhammad Saw, ini sungguh merendahkan akal dan martabat manusia, mengingat :

Pertama, hal itu berarti menuding Babe Haekal berbohong. Padahal, yang dibebani pembuktian itu yang menuduh dalam hal ini pelapor bukan terlapor.

Justru hal ini unik, apakah polisi menanyakan bukti kepada pelapor Babe Haekal ? Kalau ditanyakan, pasti tidak punya bukti. Dan karena tidak punya bukti, laporan ini tidak bisa diterima. Menghabiskan energi saja. Kenapa laporan ini diterima dan hingga dilakukan pemanggilan terhadap terlapor ?

Babe Haekal selaku pihak yang bermimpi itu tidak dibebani bukti. Adapun jika penyidik ingin mendapatkan keyakinan, mekanisme nya dengan cara mengambil sumpah. Dimana, babe Haekal diminta bersumpah bahwa benar dirinya bermimpi bertemu Rasulullah Saw. Cukup.

Kedua, menanyakan bukti mimpi, ini sebenarnya pertanyaan penyidik atau ahli nujum ? Penyidik bekerja pada peristiwa real dan objektif, dengan bukti sebagaimana diatur KUHAP.

Teknologi apa yang bisa menjangkau alam mimpi ? Apakah, dengan dalih babe Haekal tidak bisa membuktikan mimpinya, maka babe Haekal dituduh menyebarkan berita bohong ? Melanggar pasal 14 dan 15 UU nomor 1 tahun 1946 tentang peraturan pidana ? Benar-benar tidak masuk akal. Ini diluar logika dan nalar orang sehat.

Kasus Babe Haekal Hasan ini adalah bukti kongkrit adanya kriminalisasi di era rezim Jokowi. Bahkan, kasus ini adalah kasus kriminalisasi paling norak yang pernah ada.

Publik paham, saat ini HRS dan semua yang terkait dengannya termasuk Babe Haekal sedang dicari-cari perkaranya. Sedang di kriminalisasi.

Untuk diketahui, selain Babe Haekal, kasus Munarman juga dibuka kembali. Bahkan, kasus HRS terkait fake chat yang sudah di SP3 -meminjam kewenangan hakim-, kini dibuka kembali.

Kita berlindung kepada Allah SWT dari kezaliman penguasa zalim. Kita berdoa, semoga Allah SWT menyibukkan orang zalim dengan sesama orang zalim. Amien yarobbal ‘alamien. [].