Ditanya Anak SD Harus Gimana Jika Uang Negara Kurang, Sri Mulyani: Utang

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan alasan Indonesia harus mengambil utang ke berbagai pihak. Hal itu juga sekaligus menjawab pertanyaan-pertanyaan murid-murid yang masuk dalam program Hari Mengajar Kementerian Keuangan Mengajar ke-5 tahun 2020.

Acara yang diikuti oleh 84 sekolah di seluruh Indonesia ini memberikan kesempatan kepada beberapa siswa dan siswi untuk memberikan pertanyaan kepada Sri Mulyani. Ada dua siswa yang mempertanyakan soal cara Menteri Keuangan mengatur keuangan negara di saat penerimaan lebih kecil dibandingkan belanja negara.

“Bagaimana cara mengatur keuangan negara dan kalau negara kekurangan uang apa yang akan dilakukan negara Bu?” tanya Kaisa, siswa SD Berkata Teker Al Biruni, Senin (30/11/2020).

Sri Mulyani pun lantas menjawab serta menjelaskan mengenai pertanyaan tersebut. Dia menjelaskan, pemerintah harus mengambil utang dari berbagai banyak pihak untuk menutupi selisih antara pendapatan negara dengan belanja negara.

Pada APBN 2020, anggaran belanja negara sebesar Rp 2.738,4 triliun sementara pendapatan negara ditargetkan sebesar Rp 1.699,1 triliun. Sejatinya, pendapatan negara akan digunakan memenuhi kebutuhan anggaran belanja, namun jika kondisinya tidak mencukupi maka pemerintah akan mengambil utang atau pembiayaan.

“Kalau kekurangan uang cari pembiayaan, atau bahasa populer utang, bahasa APBN pembiayaan,” kata Sri Mulyani.

Sri Mulyani menjelaskan, untuk mengambil pembiayaan atau utang tidak dilakukan begitu saja. Menurut dia, harus ada persetujuan dari Presiden hingga Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Adapun, pengelolaan utang pun harus dilakukan secara hati-hati.

“Pilihannya, Menkeu bilang presiden, kabinet, DPR, APBN nggak dibikin sendiri, tapi dibikin rencana, disampaikan ke kabinet, dibahas presiden, menteri, wapres, dan seluruh menteri, nanti menteri bilang kebutuhannya masing-masing,” kata Sri Mulyani.

Sumber utama penerimaan negara adalah pajak, bea dan cukai, PNBP, dan juga hibah. Di tengah pandemi COVID-19, dia menyebut kebutuhan belanja negara meningkat drastis sehingga untuk menutupi atau memenuhi kebutuhan tersebut pemerintah harus mencari sumber pembiayaan lainnya.

“Kalau tetap kurang, utang. Agar tidak menyusahkan cari utang yang baik,” jelasnya.

Menurut Sri Mulyani kebijakan penarikan utang atau pembiayaan tidak hanya dilakukan oleh Indonesia saja melainkan banyak negara sekalipun itu negara maju. Apalagi di tengah pandemi COVID-19 yang mana semua negara meningkatkan belanjanya untuk memutus rantai penyebaran dan memulihkan ekonominya.

“Kalau kalian lihat film Korea, kayanya negaranya lebih kaya dari kita, kira-kira dia kekurangan uang untuk belanja? ya kekurangan banget, ya utang juga,” katanya.

“Kalau ke Dubai kayaknya negara luar biasa, kotanya semua gedung pencakar langit dan Eropa, Prancis, Inggris, Spanyol, Italia, sebutin negara yang kalian ingat dan kunjungi kira-kira neg itu punya utang nggak? pasti punya utang,” tambahnya.

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat total utang pemerintah kembali meningkat hingga akhir Oktober 2020. Jumlahnya mencapai Rp 5.877,71 triliun atau terjadi peningkatan Rp 1.121,58 triliun jika dibandingkan periode yang sama tahun 2019 yang totalnya Rp 4.756,13 triliun.

Sementara dibandingkan dengan bulan September terjadi kenaikan Rp 120,84 triliun. Hingga akhir September tahun ini, total utang pemerintah mencapai Rp 5.756,87 triliun.

Mengutip data APBN KiTa, Rabu (25/11/2020), dengan total utang pemerintah yang mencapai Rp 5.877,71 triliun ini maka rasionya menjadi 37,84% terhadap produk domestik bruto (PDB).

(Detikcom)

Simak berita dan artikel lainnya di Google News