Oleh: Suparno M Jamin (pengamat politik)
Ada indikasi sangat kuat bahwa REZIM ini sudah mulai cerai berai dan rapuh. OMNIBUS LAW yang baru diteken oleh Presiden dan diundangkan menjadi UU No. 11 tahun 2020, tentang CIPTA KERJA, LN Nomor. 245, menambah kontroversi semakin seru dan kini menjadi trading topik di berbagai media pemberitaan.
Betapa tidak…., UU sepenting itu, setelah diundangkan masih bisa terjadi berbagai kontroversi yang sulit dinalar dengan logika hukum yang paling sederhana sekalipun. Jika kontroversi sebelum diputuskan dan diundangkan masih bisa dicarikan celah pembenaran. Tetapi kalau kontroversi itu terjadi setelah diundangkan, itu namanya sangat keterlaluan.
Yang lebih konyol lagi, kontroversi itu bersumber pada rumusan pasal demi pasal dari UU CIPTA KERJA yang baru sehari diundangkan. Sehingga tidak salah kalau sebagian masyarakat mempertanyakan, untuk siapa UU CIPTA KERJA ini dibuat, kenapa serba kilat seperti kejar tayang, kenapa aspirasi dari berbagai kalangan nyaris nggak didengar, mungkinkan ini merupakan produk perundang-undangan pesanan? Kalau benar UU CIPTA KERJA ini pesanan, lalu siapa yang pesan?
Sederet pertanyaan seperti diatas muncul karena, setelah diundangkannya UU No. 11 tahun 2020 tentang CIPTA KERJA , masih saja banyak kontraversi antara satu pasal dengan pasal yang lain. Bahkan nabrak akal sehat dan logika hukum. Beberapa pasal yang terkesan asal-asalan, ngawur dan nabrak logika hukum bisa dibaca dalam rumusan pasal 5 dan 6 UU CIPTA KERJA atau UU No. 12 th 2020, tentang CIPTA KERJA, LN No. : 245.
Dalam UU CIPTA KERJA pasal 5 yang dijadikan rujukan pasal 6, setelah dicek ternyata hanya terdiri dari satu ayat induk, tidak terdiri dari beberapa ayat dan huruf. Pasal 5 dan 6, UU CIPTA KERJA tersebut teks selengkapnya adalah sebagai berikut :
Pasal 5
Ruang lingkup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi
bidang hukum yang diatur dalam undang-undang terkait.
Pasal 6
Peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a
meliputi:
a. penerapan Perizinan Berusaha berbasis risiko;
b. penyederhanaan persyaratan dasar Perizinan Berusaha;
c. penyederhanaan Perizinan Berusaha sektor; dan
d. penyederhanaan persyaratan investasi.
Dan kengawuran ini disempurnakan lagi dalam penjelasan pasal 5 dan pasal 6 UU No. 11 th 2020, tentang CIPTA KERJA, yang dinyatakan cukup jelas. Pada hal antara dua pasal tersebut tidak nyambung. Apakah ini bukan merupakan bukti bahwa UU CIPTA KERJA ini merupakan kerja asal-asalan dan ngawur. Rakyat bertanya lagi, apa yang dikerjakan oleh para staf ahli yang super melimpah tersebut. Apa mereka nggak sadar bahwa rezim ini mengelola negara, bukan mengelola sebuah perusahaan. Tidak boleh ngawur dan asal-asalan. Dengarkan jeritan rakyat.
INDONESIA RAYA, 04 Nopember 2020