Kisah Warga Atasi PHK di Tengah Corona

Zulfi hanya bisa pasrah. Perempuan 25 tahun ini sempat merasa lemas setelah memperoleh kabar jadi salah satu karyawan yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Bayangannya bulan Ramadhan tahun ini ia lalui dengan keprihatinan.

“Saya sempat linglung,” ucapnya di Jakarta, Senin (20/4). Dia tidak sendirian. Zulfi berkata, “Beberapa teman mengalami nasib serupa.”

Warga Condet, Jakarta Timur, ini bekerja di salah satu perusahaan yang bergerak di sektor jasa kecantikan di bilangan Jakarta Pusat. Tanpa pesangon dan upah, ia terpaksa menjadi pengangguran di tengah wabah virus corona baru (COVID-19).

Ia sebenarnya berstatus karyawan kontrak. Kontraknya baru berakhir tahun depan. Namun, kondisi perusahaan tak memungkinkan bisa mempertahankan semua karyawan. Perusahaan terpaksa harus melakukan perampingan.

Zulfi kini hanya mengandalkan penghasilan suaminya. “Suami saya sopir, gajinya hanya Rp 3,8 juta. Gaji saya Rp 4 juta, tapi cicilan kami masih sangat banyak. Mau enggak mau kami harus putar otak,” ujarnya.

Mengikuti anjuran pemerintah, dia menyatakan sudah mengikuti pendataan pekerja yang terdampak COVID-19 dengan mengisi dokumen di website www.prakerja.go.id. Namun, hingga kemarin ia terkendala dengan server yang sulit diakses.

“Harusnya setelah daftar kan nanti dapat e-mail, tapi sejak hari ini (kemarin) saya agak kesulitan,” ujarnya.

Dia berharap bisa memperoleh kesempatan lebih baik. Namun, ia juga menyadari, mencari pekerjaan di tengah pandemi seperti saat ini tidak semudah membalikkan telapak tangan.

Bukan hanya Zulfi dan beberapa teman sekantornya yang menerima kenyataan tidak lagi bisa memperoleh penghasilan dari tempat kerjanya. Ratusan ribu pekerja di DKI Jakarta mengalami PHK dan dirumahkan, tapi tidak menerima upah (unpaid leave) akibat wabah COVID-19.

Hingga 11 April 2020, Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi (Disnakertrans dan Energi) DKI Jakarta mencatat, jumlahnya 323.224 pekerja dari 39.664 perusahaan. “Nantinya akan ada pendataan penyempurnaan lagi dari kementerian,” ujar Kepala Disnakertrans dan Energi DKI Jakarta Andri Yansyah di Jakarta, kemarin.

Sebelumnya, Kementerian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian Ketenagakerjaan melakukan pendataan di setiap provinsi. Pendataan terkait pekerja yang mengalami PHK dan dirumahkan akibat pandemi COVID-19.

Disnakertrans dan Energi DKI Jakarta membuka pendataan pekerja yang terdampak COVID-19 melalui dua gelombang. Berdasarkan data yang dihimpun, dari 323.224 pekerja yang terdampak, pekerja di-PHK tercatat 30.363 pekerja dari 3.361 perusahaan pada pendataan tahap I. Tahap II ada 20.528 pekerja di-PHK dari 3.421 perusahaan.

Pekerja yang dirumahkan tapi tidak menerima upah di Jakarta tercatat 172.222 orang dari 16.198 perusahaan pada pendataan tahap I. Tahap II ada 100.111 pekerja yang dirumahkan dari 16.684 perusahaan.

Andri mengatakan, pekerja yang terdata harus memverifikasi data diri melalui website www.prakerja.go.id mulai Senin (20/4) pukul 10.00 WIB hingga Kamis (23/4) pukul 16.00 WIB. Pekerja yang didata tidak hanya ber-KTP DKI, tetapi juga di luar DKI.

Sebab, kata dia, program Kartu Prakerja merupakan program pemerintah pusat, bukan program Pemprov DKI Jakarta. Peran Disnakertrans dan Energi mendata para pekerja yang terdampak.

Melanggar PSBB

Terkait perusahaan yang melanggar aturan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Jakarta, Andri menyatakan telah memberi sanksi penutupan sementara 25 perusahaan. Perusahaan-perusahaan ini bukan dari sektor yang dikecualikan Gubernur DKI Jakarta, tapi tetap mempekerjakan karyawan di kantor selama PSBB.

Andri mengatakan, 25 perusahaan itu tersebar di seluruh wilayah DKI Jakarta. Rinciannya, Jakarta Pusat 8 perusahaan, Jakarta Barat 11 perusahaan, Jakarta Utara 4 perusahaan, dan Jakarta Selatan 2 perusahaan.

Selain itu, ada 190 perusahaan di seluruh wilayah Jakarta yang diberikan peringatan sementara karena tidak melakukan protokol kesehatan untuk mencegah penularan COVID1-19 di tempat kerja sesuai arahan Gubernur DKI Jakarta. Dari 190 perusahaan tersebut, 46 perusahaan di Jakarta Pusat, 34 di Jakarta Barat, 29 di Jakarta Utara, 38 di Jakarta Timur, 39 di Jakarta Selatan, dan 4 perusahaan di Kepulauan Seribu.

Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Doni Monardo mengatakan, masih beroperasinya perusahaan yang tidak dikecualikan menyebabkan keramaian, terutama di fasilitas transportasi. Dia menyebut PSBB belum efektif karena kantor masih beroperasi sehingga halte, stasiun, terminal, masih ramai.

“Masalahnya bukan di transportasinya, tapi di hulu masih banyak pekerja yang bekerja di kantor,” kata Doni yang juga Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Doni mengatakan, seluruh perusahaan wajib menerapkan pola pembatasan sesuai aturan PSBB. Sanksi pidana satu tahun dan denda Rp 100 juga, menurut Doni, siap diberikan bagi pelaku usaha yang sulit diatur.

Sanksi tersebut sesuai Pasal 93 UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. “Pemilik usaha tolong juga dipikirkan hal ini,” ujarnya.

 

Simak berita dan artikel lainnya di Google News