Bojonegoro– Berdirinya Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) di Kabupaten Bojonegoro berawal pada tahun 1982 akan tetapi embrionya PSHT berdiri di Kabupaten Bojonegoro pada tahun 1979.
Hal ini disampaikan oleh Ketua PSHT Cabang Bojonegoro, Wahyu Subakdiono, yang mana dalam kesempatan ini dirinya menceritakan sekilas perjalanan berkembangnya SH Terate di Bumi Angling Dharma ini.
Diawali dari pertunjukan pencak dor di Kecamatan Baureno. Dari pertunjukan pencak dor tersebut ada yang memanggil seorang warga SH Terate yang bernama Sri Yanto untuk naik ke panggung.
“Sehingga terjadi kres (adu pencak.red) dan lain sebaginya,” katanya saat di temui di Padepokan PSHT Bojonegoro.
Dari situlah selanjutnya berdiri latihan pertama kali di SMP Baureno. Karena dari hasil dari didikan tersebut belum cukup untuk disahkan maka pindah di Kota Bojonegoro.
“Ada tiga orang yang pindah di Bojonegoro dan semua jadi warga,” ujarnya.
Ketiga kadang SH Terate tersebut diantaranya adalah Jendral Sidik Mustofa yang saat ini di Menko Polhukam yang kedua Edi Priyono yang saat ini bekerja sebagai Kepala Sekuriti di salah satu Hotel Surabaya dan yang ketiga Sandro Tolib Marianta yang saat ini menjadi pengusaha.
“Berawal dari tiga itu kemudian berdiri lagi di daerah Setyabudi, dari situlah awal perintis Persaudaraan Setia Hati Terate,” ucapnya.
Pada tahun 1981 barulah Wahyu Subakdiono datang ke Kabupaten Bojonegoro dan ikut melatih dan menjabat sebagai seksi teknik. Dalam perkembangannya SH Terate mengembangkan diri di wilayah Bojonegoro.
Dalam merintis PSHT di Kabupaten Bojonegoro ini banyak rintangan yang dihadapi termasuk salah satunya adalah tuduhan kelompok komunis karena pakaiannya hitam-hitam dan berlatih pada malam hari. Karena tuduhan-tuduhan itulah yang membuat ketidaknyamanan dalam perkembangan SH Terate di Bojonegoro.
“Kemudian berkembang di Mojokampung lebih tepatnya di masjid Mojokampung. Saya melatih di sana bersama Pak Haji Maskuri, saya, kemudian Tri Wahyu Utomo, untuk melatih di sana,” jelasnya.
Selain itu dalam mengembangkan SHT Terate yang saat itu masih minoritas sehingga banyak yang mencurigai karena SH Terate ini berasal dari Madiun juga.
“Selain itu masyarakat juga tidak mengerti bahwa sebenarnya SH Terate ini lahir dari seorang perintis kemerdekaan,” tambahnya.
Karena gerak langkah yang baik kepada masyarakat serta mampu menunjukkan aktifitas yang baik pula akhirnya SH Terate dapat diterima ditengah masyarakat dan berkembang hingga ke kecamatan-kecamatan diantaranya adalah Bobolan, Malo, Sumberejo, Kepohbaru, Kedungadem dan lain sebagainya.
“Siapapun yang datang waktu itu diterapkan cara melatih dengan bahasa-bahasa kromo (Jawa halus.red) sehingga mereka juga segan dengan kita karena kesantunan, ketawadukan,” katanya.
Selanjutnya SH Terate Cabang Bojonegoro pada tahun 1982 baru mendapatkan SK dari PSHT pusat dan di ketuai oleh Suryono. Karena masih minimnya warga SH Terate yang ada di Bojonegoro para kadang SH Terate yang ada di Bojonegoro menghubungi warga-warga di Kabupaten lainnya seperti Lamongan, Cepu dan lain sebagainya untuk membantu perkembangan SH Terate ini.
“Kalau ada latihan mereka datang. Kalau dulu pakai motor CB itu sudah nyampek Surabaya kadang naik sepeda onthel sampai cepu,” ujarnya.
Hingga saat ini SH Terate telah berkembang pesat, hingga saat ini yang jumlah anggotanya mencapai ribuan. Menurut Wahyu Subakdiono, segala apa yang dikerjakan dengan tulus ikhlas serta tidak mengeluh menjadi berkah tersendiri baginya. Dengan pengabdiannya yang memberikan ilmu yang baik maka Tuhan tidak menutup mata.
“Saya bisa menjadi kepala desa beberapa kali, bisa menjadi pegawai negeri. Saya menjadi pegawai negeri tidak melamar, saya didatangi untuk tes langsung. Jadi ada manfaat-manfaat yang tidak kita duga,” ucapnya.
Dengan keikhlasan tersebut saat ini SH Terate dapat berkembang pesat di Kabupaten Bojonegoro dengan aset-asetnya baik di kota maupun di desa-desa. (rin)