Oleh: Imam Shamsi Ali
Presiden Nusantara Foundation
“Sesungguhnya hanya Allah yang akan memberikan pahala kepada orang-orang yang bersabar di hari Kiamat” (Al-Quran).
“Life is challenge” (hidup itu adalah tantangan), kata orang Inggris. Selama anda masih hidup selama itu pula anda akan tertantang. Dan karenanya Rasulullah SAW menegaskan: “Hidup itu adalah perjuangan” (Hadith).
Tantangan itu tidak kecil, berkesinambungan, bahkan tabiat hidup itu sendiri. Tantangan hidup berakhir ketika hidup itu sendiri harus berakhir. Dan karenanya seorang Mukmin yang sadar akan realita ini tidak akan pernah mundur, apalagi lari dari tantangan hidup.
Al-Quran tegaskan bahwa iman itu identik secara alami dengan tantangan. Ukuran keimanan seringkali terukur dengan berapa besar tantangan dan seberapa kuat dalam menghadapinya.
Semakin tinggi nilai keimanan semakin tinggi pula tingkat tantangan hidupnya. Bagaikan pohon, semakin tinggi semakin keras hempasan angin yang menghembus.
Bahkan pembuktian iman itu terjadi melalui ujian dan tantangan: “Apakah manusia menyangka akan dibiarkan mengaku beriman tanpa diuji? Sungguh Kami (Allah) telah menguji orang-orang sebelum mereka, agar Allah buktikan siapa di antara mereka beriman dan siapa yang mendusta” (Al-Quran).
Lebih jauh lagi, jalan menuju syurga ternyata tabiatnya harus melalui proses ujian dan tantangan: “Apakah kamu mengira akan masuk syurga padahal Allah belum mengetahui siapa di antara kalian berjuang, dan mengetahui siapa yang bersabar” (Al-Quran).
Di ayat kedua di atas jelas bahwa perjuangan menghadapi tantangan hidup itu memerlukan satu kekuatan yang tak lentur. Itulah kekuatan sabar.
Sabar adalah fenomena kejiwaaan yang solid dalam menangkal dan menghadapi tantangan yang ada. Kesabaran itu bukan lemah dan putus asa. Tapi kemampuan untuk membentengi diri dari kemungkinan putus harapan.
Berbagai ayat dalam Al-Quran menegaskan urgensi sabar ini. Bahkan secara spesifik Al-Quran memerintahkan umat ini untuk mencari pertolongan Allah melalui sabar dan sholat: “dan mintalah pertolongan melalui sabar dan sholat” (Al-Quran).
Lebih jauh Surah wal-Asr menyimpulkan bahwa kesuksesan hidup itu hanya dengan iman, Amal saleh, saling mengingatkan kepada kebenaran dan kesabaran. Para ulama menyebutkan bahwa iman, amal saleh dan wasiat kepada kebenaran hanya dimungkinkan jika dibangun di atas kesabaran.
Puasa itu menahan diri dari dorongan nafsu manusia. Dan dunia semuanya adalah nafsu. Karenanya di sini terjadi korelasi antara puasa dan sabar. Bahwa dunia hanya akan bisa dikontrol dengan kekuatan sabar. Dan puasa adalah jalan terefektif untuk membangun kesabaran itu.
Ramadan memang dikenal dengan “syahrus shobar” (bulan kesabaran). Bagaimana tidak, puasa yang identik dengan menahan diri itu justeru menjadi substansi dari kesabaran. Karena sesungguhnya salah satu bentuk kesabaran adalah sabar menghadapi godaan-godaan nafsu duniawi kita.
Sebagian ulama membagi sabar kepada tiga kategori. Sabar menghadapi musibah-musibah hidup. Sabar dalam melaksanakan ajaran Allah dan RasulNya. Sabar dalam meninggalkan larangan-larangan Allah dan RasulNya. Serta sabar dalam menghadapi bunga-bunga semerbak keindahan duniawi.
Dari keempat kategori itu sepakat para ulama bahwa sabar menghadapi godaan dunia itu adalah tingkatan kesabaran tertinggi. Karena memang kenyataannya banyak manusia gagal menghadapi musibah, atau gagal melaksanakan perintah Allah dan RasulNya, atau gagal meninggalkan larangan agama karena bentuk kesabaran keempat itu minim. Yaitu tidak sabar (tahan) menahan pengaruh dan godaan dunia.
Di sinilah puasa memainkan peranan kunci dalam membangun kesbaran itu. Sebab puasa memang sejatinya melatih diri untuk menahan diri dari godaan-godaan dunia yang dahsyat. Al-imsak atau menahan diri itu adalah melatih jiwa untuk tidak terbuai atau jatuh dalam perangkap perbudakan nafsu duniawi kita.
Semoga puasa yang kita lakukan mampu membangun jiwa kesabaran itu. Sehingga kita semakin siap menghadapi tantangan hidup yang semakin mengganas. Materialisme dan kecenderungan hidup hedonistik, yang didorong oleh lingkungan yang penuh kompetisi memerlukan kesabaran besar.
Nabi Ayub AS digelari “Ni’mal ‘abdu” (hamba yang terbaik) karena kesabaran-kesabarannya dalam menghadapi semua tantangan hidupnya. Dari musibah-musibah hingga ke godaan-godaan dunia dilalui dengan jiwa yang tegar penuh kesabaran.
Insya Allah puasa kita membuahkan kesabaran. Dan dengan kesabaran itu kita menuju kepada kesuksesan sejati dan abadi, syurga Na’im. Amin!
Kota Vienna, 11 Mei 2019