Klaim Kebenaran Salat Tarawih Hanya 20 Rakaat adalah Sebuah Kekeliruan

Oleh: Rokhmat Widodo, Guru SMK Luqmanul Hakim Kudus, Kader Muhammadiyah Kudus

Setiap Ramadan tiba, umat Islam di berbagai belahan dunia melaksanakan ibadah salat tarawih sebagai salah satu bentuk amalan yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW. Namun, muncul perdebatan di tengah masyarakat mengenai jumlah rakaat yang seharusnya dikerjakan dalam salat tarawih. Salah satu klaim yang sering terdengar adalah bahwa salat tarawih harus berjumlah 20 rakaat, dan segala bentuk variasi dari jumlah ini dianggap tidak sesuai dengan ajaran Islam. Pandangan seperti ini sejatinya adalah sebuah kekeliruan, baik dari segi dalil Al-Qur’an, hadits, maupun pandangan para ulama.

Al-Qur’an tidak secara eksplisit menyebutkan jumlah rakaat dalam salat tarawih, tetapi memberikan dorongan bagi kaum Muslimin untuk menghidupkan malam Ramadan dengan ibadah. Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Muzzammil ayat 20:

“Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwa kamu berdiri (salat) kurang dari dua pertiga malam, atau (kadang-kadang) setengahnya atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan orang-orang yang bersamamu…” (QS. Al-Muzzammil: 20)

Ayat ini menunjukkan bahwa ibadah malam bersifat fleksibel dan tidak memiliki batasan jumlah rakaat yang pasti. Salat malam, termasuk tarawih, dilakukan sesuai dengan kemampuan dan keikhlasan seorang Muslim.

Hadits-Hadits yang Menunjukkan Fleksibilitas Rakaat Tarawih

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim, Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata:

“Rasulullah tidak pernah melakukan salat malam lebih dari sebelas rakaat, baik di bulan Ramadan maupun di luar Ramadan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits ini sering digunakan sebagai dasar bahwa Rasulullah SAW melaksanakan salat malam, termasuk tarawih, dalam jumlah yang lebih sedikit daripada 20 rakaat. Namun, penting untuk dicatat bahwa hadits ini tidak secara khusus berbicara tentang salat tarawih yang dilakukan secara berjamaah oleh umat Islam, melainkan tentang kebiasaan pribadi Rasulullah dalam salat malam.

Di sisi lain, terdapat riwayat dari Imam Malik dalam kitab Al-Muwatha’ yang menyebutkan bahwa pada zaman Khalifah Umar bin Khattab, umat Islam melaksanakan salat tarawih sebanyak 20 rakaat secara berjamaah di masjid. Ini menunjukkan bahwa 20 rakaat adalah hasil ijtihad para sahabat, bukan sesuatu yang diwajibkan secara mutlak.

Mayoritas ulama dari mazhab Hanafi, Maliki, dan Syafi’i memang cenderung mengamalkan salat tarawih 20 rakaat, mengacu pada keputusan Umar bin Khattab. Namun, mazhab Hanbali dan sebagian ulama lain membolehkan jumlah rakaat yang berbeda, termasuk 8, 11, atau bahkan lebih dari 20 rakaat.

Imam Ibn Taymiyyah rahimahullah berkata:

“Jumlah rakaat dalam salat tarawih tidak ditentukan secara pasti oleh Rasulullah SAW. Oleh karena itu, boleh melaksanakannya dengan 20 rakaat, 36 rakaat, atau jumlah lain, sesuai dengan kemudahan dan kemampuan seseorang.” (Majmu’ al-Fatawa, 23/113)

Pendapat ini memperkuat bahwa jumlah rakaat dalam salat tarawih bersifat fleksibel dan tidak ada keharusan untuk membatasi pada angka tertentu.

Kesalahan dalam Mengklaim 20 Rakaat sebagai Satu-Satunya Kebenaran

Dari penjelasan di atas, jelas bahwa klaim bahwa salat tarawih harus 20 rakaat adalah sebuah kekeliruan. Kesalahan utama dalam klaim ini antara lain:

  1. Tidak Berdasarkan Dalil yang Kuat – Tidak ada dalil dari Al-Qur’an maupun hadits shahih yang secara tegas mewajibkan salat tarawih harus berjumlah 20 rakaat.
  2. Mengabaikan Fleksibilitas dalam Ibadah – Islam memberikan kemudahan dalam beribadah, terutama dalam ibadah sunah seperti salat tarawih. Membatasi jumlah rakaat menjadi 20 tanpa memberi ruang bagi variasi justru bertentangan dengan semangat Islam yang fleksibel.
  3. Bertentangan dengan Praktik Rasulullah SAW – Jika kita merujuk pada hadits Aisyah, Rasulullah SAW justru lebih sering melaksanakan salat malam dengan 11 rakaat, meskipun beliau tidak melarang umatnya untuk melaksanakan lebih banyak rakaat.
  4. Bertentangan dengan Pandangan Ulama – Para ulama besar dalam sejarah Islam telah memberikan ruang untuk perbedaan jumlah rakaat dalam tarawih, yang membuktikan bahwa tidak ada keharusan dalam menetapkan angka 20 sebagai satu-satunya kebenaran.

Salat tarawih adalah ibadah yang sangat dianjurkan selama bulan Ramadan, tetapi jumlah rakaatnya tidak boleh dipaksakan dalam satu angka tertentu. Umat Islam harus memahami bahwa fleksibilitas adalah salah satu keindahan ajaran Islam. Sebagian orang mungkin mampu melaksanakan 20 rakaat, sementara yang lain hanya mampu melaksanakan 8 atau 11 rakaat, dan itu tetap sah serta berpahala.

Mengklaim bahwa salat tarawih harus 20 rakaat tanpa memberi ruang bagi perbedaan adalah bentuk penyempitan dalam beragama yang tidak sesuai dengan ajaran Islam yang luas dan penuh rahmat. Sebaiknya, kita fokus pada bagaimana meningkatkan kualitas ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT, bukan hanya pada perdebatan jumlah rakaat semata.

Wallahu a’lam bish-shawab.

 

Simak berita dan artikel lainnya di Google News