Independensi Komisi Pemilihan Umum (KPU) Lamongan mulai dipertanyakan. Pasalnya, pengelembungan suara terindikasi masif terstruktur dan terorganisir dalam pemilu 2019 terutama hasil penghitungan C1 yang tidak sesuai dengan penjumlahannya.
Forum Pemuda Peduli Demokrasi yang di prakarsai Bahrul Ulum tadi siang (21/4) mengatakan, “Saat ini kita sedang mengumpulkan beberapa data yang bisa dijadikan bukti petunjuk terkait modus penggelembungan suara yang dilakukan oknum penyelenggara”.
“Keberpihakan itu jelas menguntungkan sang caleg dan partai dalam kontestasi Pemilu 2019 yang telah dilakukan pencoblosan pada 17 April lalu. Kuat dugaan, hubungan simbiosis mutualisme inilah yang kemudian membuat oknum penyelenggara pemilu itu bertindak curang dan ini tidak bisa dibiarkan,” tambahnya.
Informasi yang diperoleh Pemuda Peduli Demokrasi bahwa ulah oknum penyelenggara ini terendus dari proses perhitungan yang tampak berbeda. Meski selisih angka juga terjadi di beberapa kecamatan yang sangat mencolok.
“Ada indikasi. Baru dugaan lho. Kalau per TPS anggap saja 10 suara, di Lamongan ada 4.500 TPS. Lumayan kan untuk tambahan kursi kabupaten,” ucap Bahrul.
Dalam pasal 391, Undang undang No 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, memuat tentang kewajiban PPS mengumumkan salinan hasil penghitungan suara.
“PPS wajib mengumumkan salinan sertifikat hasil penghitungan suara dari seluruh TPS di wilayah kerjanya dengan cara menempelkan salinan tersebut di tempat umum,” itu kutipan isi yang termaktub dalam pasal 391 UU No. 7 Tahun 2017,” terang bahrul.
Sementara pada pasal 508, memuat sanksi yang diberikan kepada penyelenggara, jika salinan tersebut tidak ditempel di tempat umum, seperti kantor desa atau kelurahan.
“Setiap anggota PPS yang tidak mengumumkan salinan sertifikat hasil penghitungan suara dari seluruh TPS di wilayah kerjanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 391, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah),” isi pasal 508 UU No. 7 tahun 2017,” imbuhnya.
“Jika nantinya terbukti sengaja melakukan penggelembungan data suara pada Pemilu 2019, maka KPU Kabupaten Lamongan selaku penyelenggara pemilu terancam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemalsuan Data Hasil Pemungutan dan Hasil Penghitungan Suara dengan ancaman kurungan minimal 7 tahun penjara, kami gak mengancam loh, ini ada datanya. Lihat saja nanti, data C1 harus disesuaikan dari tingkat TPS sampai pada penghitungan tingkat Kabupaten selain itu yang paling penting yaitu sanksi yang tegas terhadap oknum penyelenggara harus juga dilakukan, dalam hal ini Bawaslu harus ambil peran. Jangan menjadi macan ompong,” katanya.(RINTO CAEM)