Kampanye Akbar Capres 02 Prabowo – Sandiaga Uno di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SU-GBK) Minggu, (7/4), ternyata mendapat reaksi beragam dari berbagai pihak. Bahkan, lebih dari substansi kampanye yang disampaikan pasangan Capres/Cawapres tersebut, yang ramai dibahas di media massa justru beredarnya surat Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Surat bertanggal 6 April 2019 itu, sehari sebelum kampanye akbar berlangsung, ditujukan kepada tiga petinggi Partai Demokrat, yakni Ketua Dewan kehormatan Amir Syamsudin, Wakil Ketua Umum Syarief Hasan dan Sekjen Hinca Panjaitan. Isinya, antara lain meminta pada ketiga petinggi Partai Demokrat itu untuk dapat memberikan saran kepada Prabowo Subianto, capres yang juga diusung Partai Demokrat, agar tetap mencerminkan ‘inclusiveness’, dengan sasanti ‘Indonesia Untuk Semua’. Juga untuk mencerminkan kebhinnekaan atau kemajemukan dan persatuan.
Menurut Lieus Sungkharisma, tokoh masyarakat Tionghoa dan Koordinator Rumah Aspirasi Prabowo-Sandi, surat SBY itulah yang kemudian dijadikan “bahan gorengan” oleh para calo politik dengan menggiring opini publik seolah-olah pak SBY “marah” dan tidak setuju dengan model kampanye akbar Pasangan Prabowo-Sandiaga Uno di GBK tersebut.
“Itu jelas penafsiran yang salah dan sengaja dibelokkan. Sebagai orangtua yang punya segudang pengalaman di pemerintahan, wajar saja kalau pak SBY memberi saran dan masukan sebab beliau tidak menghendaki terjadinya perpecahan dalam tubuh bangsa ini hanya karena Pemilu atau Pilpres,” ujar Lieus.
“Tapi apa salahnya kampanye dilakukan dengan sholat, dzikir dan doa? Kalau karena itu kampanye akbar Capres 02 Prabowo – Sandi di GBK yang dihadiri jutaan orang tersebut dikatakan inklusif, lalu dipelintir seolah-olah memperhadap-hadapkan ideologi Pancasila dengan Khilafah, jelas itu pendapat yang salah dan tidak benar,” kata Lieus.
Sebab, katanya lagi, sebagai orang yang selalu hadir dan mengikuti kemanapun Prabowo-Sandi berkampanye, ia tidak pernah melihat adanya inklusivitas itu.
“Baik Pak Prabowo maupun Pak Sandi selalu cair dan membaur dengan semua suku, agama dan golongan dalam setiap kampanyenya,” ujar Lieus.
Bahkan, tambahnya, dalam kampanye akbar di GBK itu, sejumlah tokoh masyarakat non partai, tokoh agama dan tokoh-tokoh masyarakat lainnya juga hadir. “Saya juga hadir. Tapi lebih memilih di belakang panggung saja,” kata Lieus.
Kepada wartawan Lieus menyebut, tidak ada yang salah dari surat pak SBY yang dikirimnya dari Singapura itu.
“Sekali lagi, sebagai tokoh nasional dan Presiden Republik Indonesia dua periode, dimana Partai Politik pimpinannya menjadi salah satu Parpol pendukung Prabowo-Sandi, wajar saja bila pak SBY mengingatkan kita semua. Jadi, tak usahlah perihal surat itu digoreng kesana kemari. Gorengan macam ini sudah basi. Hanya kerjaan calo politik yang kehabisan isu,” katanya.
Lebih lanjut Lieus menegaskan, saat ini rakyat sudah semakin cerdas. “Rakyat sudah tau yang mana Loyang yang mana emas. Jadi gorengan-gorengan isu seperti itu tak ada gunanya lagi,” ujarnya.
“Masih banyak hal lain dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang perlu kita carikan solusi, daripada melemparkan isu-su murahan demi kepentingan politik sesaat,” katanya.