Ridwan Kamil Gagal Atasi Problem Ekonomi, Kemacetan dan Banjir di Kota Bandung

Ridwan Kamil diusung PDIP jadi bakal cagub Jabar. (Rengga Sancaya/detikcom)

Calon Gubernur Jawa Barat nomor urut 1, Ridwan Kamil dikritik sejumlah pihak setelah Kota Bandung kembali menerima predikat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WDP) tiga tahun berturut-turut.

Selama di bawah kepemimpinannya Ridwan Kamil sebagai Wali Kota, Kota Kembang belum pernah mendapatkan predikat WTP dan terus bertahan di WDP.

Meski isu kegagalan membawa Kota Bandung meraih WTP dinilai kurang ‘kuat’ untuk menjatuhkan elektabilitas sosok yang akrab disapa Emil tersebut. Tapi pengamat menilai, isu tersebut bisa memengaruhi potensi suara yang bisa diperoleh Emil dalam Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jabar 2018 mendatang.

Menurut pengamat politik dan hukum dari Universitas Padjadjaran, Firman Manan, isu WTP ini harus dilihat dari dua sudut pemilih yakni rasional dan tradisional. “Mungkin berpengaruh, hanya saja saya lihat isu WTP ini pengaruhnya lebih ke pemilih rasional (yang dapat mengukur seorang calon berdasarkan kinerja dan prestasi sebelumnya entah sebagai Wali Kota maupun Bupati),” ungkap Firman.

“Kalau untuk pemilih tradisional menurut saya tidak akan terlalu signifikan ya. Di Jabar ini karakteristik pemilik hak suara lebih ke religius dan tradisional. Jadi walaupun ada dampaknya, lebih ke pemilih rasional,” kata Firman.

Lebih lanjut Firman mengungkapkan, tingkat elektabilitas Ridwan Kamil yang kembali melesat tidak akan dan tidak bisa dijadikan tolok ukur. Sebab menurutnya, faktanya berdasarkan hasil survei sejumlah lembaga untuk Pilgub Jabar 2018 ini cenderung dinamis yang menunjukkan bahwa hasil akhir pesta demokrasi di Tanah Pasundan menjadi terasa lebih sulit ditebak. Apalagi swing voter atau pemilih yang belum menentukan pilihannya tergolong cukup tinggi yakni di angka sekitar 30%.

“Karakteristik masyarakat (pemilih) di Jawa Barat ini biasanya baru menentukan di saat-saat akhir (swing voters). Jadi suara mereka bisa saja berpengaruh besar terhadap hasil akhir. Tapi sampai sekarang tidak ada isu yang besar di Pilgub Jabar ini, bahkan menurut saya cenderung landai, begitu-begitu saja, tidak bergolak,” jelasnya.

Meski tak sedikit pihak yang memuji program Ridwan Kamil cukup baik selama memimpin Kota Bandung, namun program-program tersebut dinilai tak menyentuh isu-isu krusial yang dampaknya bisa dirasakan masyarakat. Seperti stabilitas harga kebutuhan pangan, kemacetan dan isu-isu yang lebih sensitif lainnya dibandingkan pengelolaan fasilitas publik seperti taman dan lainnya.

Hal itu terkuak dari hasil riset yang dilakukan Lembaga Survei Veritas yang menunjukkan bahwa untuk sektor ekonomi, pemerintahan Wali Kota Ridwan Kamil ternyata belum bisa memberikan kenyamanan secara ekonomi kepada masyarakat di Kota Kembang. “Kami bertanya, dibanding 5 tahun lalu (periode kepimpinan Dada Rosada), mayoritas (responden) menyatakan pendapatan menurun 43,13%. Jadi bisa disimpulkan mayoritas warga Bandung tidak mengalami kemajuan secara ekonomi,” katanya.

Terkait persoalan kemacetan, survei Veritas juga menunjukkan mayoritas responden menyatakan kekecewaannya terhadap penanangan masalah transportasi atau lalu lintas di Kota Kembang. Begitupun dengan persoalan banjir yang memang membutuhkan penanganan lintas kota/kabupaten. Tapi jika hasilnya belum cukup teratasi maka ada persoalan yang belum bisa dijawab oleh Emil, salah satunya adalah koordinasi yang kurang maksimal baik dengan pemerintah provinsi, kota maupun kabupaten lain.

“Sebanyak 89% bilang kemacetan tidak teratasi. Ini bukan pendapat kami tapi masyarakat yang merasakan di jalanan. Begitu juga masalah banjir. Sebanyak 62% itu masyarakat berpendapat bahwa masalah banjir belum teratasi,” pungkasnya.