Presiden Joko Widodo (Jokowi) berhasil menipu PBNU dengan tidak mengganti kader dari NU di Wantimpres yang ditinggalkan KH Hasyim Muzadi maupun Khofifah Indar Parawansa di kabinet Kabinet Kerja.
Demikian dikatakan Wasek Lembaga Penyuluhan Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama, PBNU, Djoko Edhi Abdurrahman kepada suaranasional, Senin (29/1).
Kata Djoko, saat KH Hasyim Muzadi meninggal, kursi itu Wantimpres kosong. Maka PBNU mengajukan KH Achmad Bagja untuk menggantikan Mbah Hasyim. “Sudah diacc oleh Presiden Jokowi, sudah fixed, tapi nama Achmad Bagja raib. Saya lihat direplace dengan Agum Gumelar. Itu satu,” jelas Djoko.
Menurut Djoko, Jokowi menipu PBNU ketika Mensos bukan dijabat dari kalangan PBNU maupun yang direkomendasikan.
“Ketika digantikan Idrus Marham yang pernah jadi pengurus IPNU dan PMII, tapi jauh beda. Idrus tak memiliki hubungan apapun dengan PBNU, melainkan dengan Golkar. Pertukaran Khofifah dengan Idrus bagi PBNU adalah menukar marmud dengan tikus,” paparnya.
Djoko mengatakan, komitmen PBNU dengan Presiden Jokowi wanprestasi yang mestinya take and give, minimal tidak ditipu seperti itu.
“Selama ini PBNU telah bersedia menjadi bemper ketika Jokowi diserang 17 ormas Islam, baik di 411 maupun 212, sehingga PBNU dimusuhi. Jokowi membalas susu dengan tuba,” jelasnya.
Kata Djoko, dengan digusurnya PBNU dari Wantimpres untuk mewakili dan menyampaikan aspirasi 92 juta umat nahdliyin, menunjukkan PBNU di rezim Jokowi hanya pelengkap penderita yang sebelumnya penafsir dan penyampai wahyu rakyat.
“PBNU dilecehkan. Rois Aam dan Ketum PBNU hanya disuruh menjaga Pancasila versi Rezim Jokowi, disuruh berkelahi dengan 17 Ormas Islam, dikandangin di UKP PIP yang derajatnya hanya unit di pemerintahan. Itu pelecehan luar biasa,” pungkasnya.