Terbongkar, Taipan Gulirkan Isu Referendum Terkait Reklamasi

Reklamasi di Jakarta (IST)

Taipan sudah menggelontorkan uang untuk menggulirkan isu referendum terkait reklamasi di Teluk Jakarta sehingga ada partisipasi masyarakat terkait dilanjut atau tidak proyek tersebut.

“Info yang saya terima dari tokoh-tokoh aktivis Jakarta Utara dari PAN, sudah ada bagi2 duit dari taipan utk menggulirkan issu referendum untuk reklamasi,” kata mantan anggota DPR Komisi III Djoko Edhi Abdurrahman kepada suaranasional, Rabu (1/11).

Kata Djoko, UU No 5 tahun 1985 tentang referendum, sudah dicabut dan tak ada gantinya hingga kini. Latar belakang dicabutnya UU Referendum itu setelah Timor Timur lepas.

“Masyarakat Timtim menggunakan UU Refenrendum itu utk melaksanakan Referendum Timtim. Jika tak dicabut, UU itu akan digunakan oleh Papua Merdeka dan Gerakan Aceh Merdeka,” ungkap Djoko.

Ia mengatakan, masalah reklamasi itu adalah hukum administrasi negara (HAN). Bukan HTN. Tak ada hubungannya dengan referendum, andaikata pun ada UU Referendum.

“Jurisdiksi reklamasi adalah kekuasaan hukum UU Pemda, UU No 22 dan pembaruannya tentang otonomi. Sedangkan yang menyangkut kekuasaan pusat adalah hukum atributif. Jadi yang dikemukakan Luhut Binsar Panjaitan salah berat,” papar Djoko.

Selain itu, ia mengatakan, untuk pembangunan Pulau reklamasi itu, Aguan menarik kredit di Guandong Rp 40 triliun. Dan, super blok Reklamasi itu sudah dipasarkan di Hongkong, Guangshow, dan Singapore. Jika distop,  bangkrut Aguan.

“Urugannya oleh Tomy Winata, dan tanah urugnya oleh Wisesa, yang saham mayoritasnya milik Tomy Soeharto,” papar Djoko.

Pelanggaran di reklamasi itu terungkap seiring dengan ditangkapnya Anggota DPRD DKI Sanusi dan Presdir Alirman dalam OTT KPK. Aguan sempat dicekal KPK, dan di pengadilan terungkap Ahok menerima Rp 1,6 triliun dari Aguan CS.

Menurut Djoko KPK mulai menggunakan Perma No 13 tahun 2016 tentang tata cara penanganan kejahatan korupsi oleh korporasi.

“Perma ini mampu membuat korporasi sebagai tersangka korupsi yang sebelumnya tak bisa. Perma ini adalah semacam biz dari UU No 31 tahun 1999 tentang Tipikor dan UU No 30 tahun 2004 tentang KPK,” pungkasnya.