Dunia akademis Indonesia rusak dengan keterlibatan tersangka kasus E-KTP Setya Novanto (Setnov) dalam menguji calon doktor hukum di Universitas 17 Agustus 2017.
“Tersangka menjadi penguji calon doktor hukum, itu hanya terjadi di Indonesia. Akademis Indonesia sudah rusak,” kata pengamat politik Muslim Arbi kepada suaranasional, Selasa (25/7).
Kata Muslim, Menristek Dikti harus memanggil Rektor Universitas 17 Agustus Surabaya yang bisa memakai Setnov sebagai penguji nonakademis untuk calon doktor hukum. “Kalau perlu Universitas 17 Agustus Surabaya diberi sanksi agar kejadian tersebut tidak terulang lagi,” papar Muslim.
Muslim mengatakan, ada kemungkinan, Setnov sedang melakukan pencitraan dengan menjadi penguji calon doktor hukum. “Setnov merangkul semua kalangan agar selamat dari jerat hukum termasuk dari kalangan akademisi,” jelas Muslim.
Ketua DPR yang juga Ketum Golkar Setnov mengisi akhir pekannya dengan menjadi penguji nonakademis calon doktor hukum Adies Kadir.
Rapat ujian terbuka ini digelar di gedung Graha Wiyata, Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya. Setnov saat menguji, bicara soal periodisasi hakim dengan mencontohkan hakim di Amerika Serikat yang bertugas hingga berumur 70 tahun
“Kalau itu dipotong menjadi 65 tahun, itu (jadi) masalah, (hakim) tingkat pertama dan banding akan hilang 50 persen. Sedangkan kebutuhan hakim sekarang ada 4 ribu. Sekarang yang disetujui oleh pemerintah ada 1.684 calon hakim. Tentu ini menjadi harus hati-hati dalam periodisasi,” kata Setnov, Sabtu (22/7).