Kredibilitas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut tuntas kasus dugaan korupsi proyek pengadaan KTP elektronik (e-KTP) dipertaruhkan. Pengamat Politik Universitas Islam Negeri Jakarta (UIN) Jakarta Pangi Syarwi Chaniago mendesak komisi antirasuah mengungkap dan memproses hukum sederet nama yang disebut terlibat.
“Jika tidak, akan menimbulkan persepsi buruk di tengah publik lantaran menganggap KPK punya motif politik di balik pengusutan kasus tersebut,” katanya, Minggu (19/3).
Menurut Pangi, kasus e-KTP harus dibongkar secara benderang. Sebagian kalangan khawatir, penegakan hukum yang dijalankan komisi antirasuah dipolitisasi oleh pihak tertentu, mengingat banyak politisi yang terseret dalam proyek senilai Rp 5,9 triliun tersebut. KPK, kata dia, sebaiknya tidak mencampuri urusan politik dengan penegakan hukum.
“KPK tidak perlu takut mengungkap semua pihak yang disebut terlibat di pengadilan. Ini murni penegakan hukum, tidak ada kaitannya dengan persoalan politik,” ujar Pangi.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah memastikan, komisi antirasuah tak akan berkecimpung di rahan politik. Menurut dia, pengusutan kasus dugaan korupsi yang merugikan negara senilai Rp 2,3 triliun itu murni penegakan hukum. “Kami tegas berada di koridor hukum sesuai kewenangan KPK. Penuntasan kasus e-KTP tidak ada kaitannya dengan muatan politik,” kata Febri.
Menyoal, sejumlah nama yang mayoritas berasal dari Komisi II DPR RI tak disebut dalam sidang dakwaan mantan Dirjen Dukcapil Kemendagri Irman dan mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Dukcapil Kemendagri Sugiharto, lantaran tak ingin menimbulkan kegaduhan. Itu, kata Febri, sebagian dari strategi KPK.
“Bagi semua pihak yang merasa tidak terlibat dalam kasus ini tak perlu resah dan khawatir. KPK akan dalami peran masing-masing pihak yang diduga terlibat,” ujarnya.
Dalam dakwaan JPU KPK, ada 37 nama anggota Komisi II DPR RI periode 2009-2014 yang diduga turut menerima uang sebesar 13 ribu-18 ribu US$, di antaranya Setya Novanto dan Chaeruman Harahap. Merujuk absensi rapat Komisi II DPR RI dengan Kemendagri kala itu, ada juga nama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Namun, nama calon Gubernur DKI Jakarta itu tak masuk dalam dakwaan JPU KPK.
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menyatakan, tak semua anggota Komisi II DPR RI turut berperan dalam proyek megakorupsi itu, terkecuali mereka yang dihadirkan dalam persidangan sebagai saksi. Para saksi, kata Laode, diduga turut andil dalam pembahasan proyek termasuk menerima aliran dana dari proyek e-KTP. “Mereka yang dihadirkan diduga mengetahui informasi dan ikut planing rencana,” kata Laode.