Mega korupsi E-KTP tergolong salah satu bentuk perampokan APBN yang paling keji dan norak yang pernah terjadi di negeri ini.
Demikian dikatakan aktivis Petisi 28 Haris Rusly Moti kepada suaranasional, Rabu (15/3). “Bisa dikatakan lebih dari 51 persen anggaran E-KTP jadi bancakan politisi DPR, pejabat birokrat di Kemendagri dan swasta yang dikuasai juga oleh politisi DPR,” ungkap Haris.
Menurut Haris, kasus ini tak bisa dilihat dari aspek kejahatan korupsi semata. Skandal ini harus juga dilihat sebagai kejahatan serius terhadap pertahanan dan keamanan negara.
“Kenapa demikian? Karena data kependudukan sebuah negara adalah data prinsip yang seharusnya dilindungi dan menjadi rahasia negara,” papar Haris.
Mantan aktivis PRD ini mengatakan, data kependudukan sebuah negara tak bisa dilihat kegunaannya dari segi politik Pemilu semata, yaitu untuk menyusun daftar pemilih pada saat Pileg, Pilpres dan Pilkada.
“Data kependudukan yang dihasilkan melalui Sensus Penduduk atau direkam melalui E-KTP adalah dokumen dasar yang dalam menentukan strategi pembangunan, baik perencanaan hingga operasional,” jelas Haris.
Menurut Haris, dalam skandal Mega korupsi E-KTP, tak menutup kemungkinan data kependudukan yang direkam melalui projek E-KTP tersebut telah jatuh ke tangan musuh negara.
“karena baik mereka yang merencanakan hingga yang menjadi pemenang tender dari projek tersebut adalah para politisi, birokrat hingga kontraktor yang telah terbukti bermental rampok,” paparnya.
Jika data kependudukan tersebut dijual atau jatuh ke tangan musuh negara, baik negara asing maupun korporasi asing, perbankan, asuransi, telekomunikasi, dll. maka data tersebut dapat digunakan untuk menguasai perekonomian negara kita.
Ia mengatakan, negara kecil seperti Singapura, yang telah menguasai perekonomian kita, dapat menggunakan data kependudukan tersebut untuk untuk merancang strategi dalam menguasai dan mencengkram makin dalam perekonomian dan keuangan nasional kita.
“Jika data tersebut jatuh ke tangan intelijen asing, maka data tersebut sangat berguna dalam menentukan strategi spionase dalam medan peperangan bentuk baru, baik peperangan dalam bentuk war by proxy, asimetris war, komplex war maupun hibrid war, untuk tujuan mengacaukan atau menguasai negara kita,” pungkas Haris.