Tengat waktu yang diminta pemerintah untuk menyelesaikan kasus penistaan Al-Qur’an dan atau ulama oleh Ahok, dinilai sebagai waktu yang cukup bagi para buzzer-nya Jokowi dan Ahok untuk membalikan opini.
“Itu waktu yang cukup bagi para buzzer-nya Jokowi dan buzzer-nya Ahok untuk membalikan opini agar tidak timbul gejolak di tengah masyarakat bila Ahok dinyatakan tidak bersalah dan bebas dari hukuman,” ungkap pengamat sosial politik Joko Prasetyo kepada suaranasional, Senin (04/11/2016).
Jadi, lanjut Joko, para buzzer ini akan melipatgandakan kekuatannya bekerja siang malam untuk menggeser opini ‘Ahok menistakan Al-Qur’an dan ulama’ menjadi ‘Ahok tidak bersalah, Ahok tidak menistakan Al-Qur’an, Ahok hanya mengkritik ulama.’
“Buni Yani yang menghapus kata ‘pakai’ menjadi senjata andalan para buzzer-nya Ahok. Dan pernyataan pentolan-pentolan liberal yang menyalahkan MUI menjadi amunisi,” beber Joko menyebut dua serangan konter opini yang dilakukan para buzzer Jokowi dan Ahok yang kini gencar diopinikan.
BACA JUGA:
- Khatib Masjid Istana Sebut Metro Tipu, Ada Apa?
- PDIP Sebut Pemimpin Lembaga Negara Ikut Demo 4 November sebagai Provokator
Joko menilai, polisi sebenarnya bekerja profesional dalam memproses secara hukum tindak pidana termasuk delik penistaan agama. Namun bila ada pesanan dari atasan untuk tidak memprosesnya, maka jurus pimpong pun dilakukan.
“Bila melihat rekam jejak Jokowi dan Kapolri, yang sedari awal sangat loyal dengan Ahok, tak aneh kasus ini dipimpong, tapi melihat jumlah massa ratusan ribu bahkan boleh dibilang satu juta mendesak agar Jokowi memerintahkan Kapolri tangkap Ahok, mereka bingung, hingga tercetuslah dari mulut JK meminta waktu dua minggu,” pungkasnya.