Kasus terhangat yang mendapat sorotan dari para penggiat HAM dan pengusung liberalisme adalah larangan walikota Bogor Bima Arya S terhadap rencana ritual asyuro Kaum syiah di wilayah administrasinya.
“Sejatinya Islam mengajarkan kepada umatnya bahwa setiap perbuatan seorang itu terikat dengan ketentuan hukum syara’,” kata Direktur Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA), Harits Abu Ulya dalam keterangan kepada suaranasional, Rabu (28/10).
Kata Harits, dengan ketentuan hukum syara’ itu, Islam tidak mengajarkan hukum asal perbuatan itu bebas semau perutnya seseorang. HAM dengan substansi kebebasan berkeyakinan, berpendapat, berbuat/bertingkah laku dan bebas dalam kepemilikan harta itu kontradiksi dengan aspek akidah maupun hukum syara’ kaum muslimin.
“Isu HAM dalam masyarakat yang beradab dan agamis tidak bisa dijadikan tameng dan godam untuk mereduksi keadaban dan mencemari religiusitas masyarakat yang ada,” ungkapnya.
Menurut Harits, Oleh karena itu dalam kasus penistaan agama yang dilakukan entitas tertentu tidak bisa diklaim sebagai tindakan legal hanya karena berpijak pada asumsi HAM. Atau sebaliknya, ketika ada upaya untuk menutup pintu-pintu penistaan terhadap agama juga di vonis sebagai tindakan melanggar HAM seseorang atau entitas tertentu.
“Kalau mengambil contoh kasus pelarangan rencana kegiatan sekelompok orang Syiah di wilayah Bogor oleh Walikotanya dianggap melanggar HAM, maka para pengusung HAM dan ide liberalisme itu sejatinya sama saja mengajak untuk bebas melecehkan, menghina, menistakan dan mendiskriditkan keyakinan orang lain,” jelasnya.
Harits menegaskan, dalam kehidupan masyarakat yang beradab dan agamis tidak ada satupun anjuran dan ajaran untuk saling melecehkan dan menistaan keyakinan antar sesama mereka.
“Dan dalam masyarakat yang beradab, tidak logis dan naif jika setiap individunya harus memikul hak untuk di hina dan menghina orang lain,” jelas Harits.
Harits mengungkapkan, sudah selayaknya negara melindungi keyakinan warga negaranya dari setiap bentuk penistaan. Baik melalui usaha preventif edukatif maupun penindakan dan penegakan hukum terhadap setiap individu atau entitas yang melakukan penistaan.
“Maka sejatinya kasus Syiah dalam kehidupan umat Islam bukan soal kebebasan keyakinan tapi penistaan kaum syiah terhadap keyakinan kaum muslimin,” pungkas Harits.