Organisasi Nahdlatul Ulama (NU) yang selama ini berkoar-koar tentang Islam Nusantara, yang diklaim mengedepankan nilai-nilai Islam yang sejuk, toleransi dan kedamaian, ternyata omong kosong.
Kata Ketua Progres 98 Faizal Assegaf dalam keterangan kepada intelijen, Rabu (5/8).
Menurut Faizal, justru yang terjadi adalah pertunjukan perilaku yang sungguh tidak terpuji di perhelatan Muktamar NU. Di mana sekelompok orang berkedok agama membuat ricuh dan kekacauan yang tak semestinya.
“Ihwal pertengkaran dipicu oleh politik transaksional dalam pemilihan Rois A’am Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Sebuah pemandangan yang tidak elok dan menimbulkan keprihatinan,” ungkap Faizal.
Faizal mengatakan, peristiwa itu jelas mencoreng citra NU sebagai organisasi Islam yang selama ini dikenal santun, religi dan berbudaya. Wadah ummat Islam terbesar dan berusia hampir seratus tahun itu, terbukti makin bobrok dan tidak islami.
“Gembar-gembor seputar Islam Nusantara ala NU tampaknya tidak sesuai lakon. Di arena teori, wacana tersebut dikesankan super intelektual dan menggiurkan namun prakteknya adalah nol besar,” ungkap Faizal.
Kata Faizal, Islam Nusantara dalam perspektif NU yang didengungkan sebagai jalan menuju kebangkitan Islam yang cerdas, pluralis, anti kekerasan ternyata hanyalah kumpulan slogan saja. Fakta menunjukan justru NU tidak matang dan siap untuk memandu ummat ke jalan peradaban.
“Ketidakdewasaan kader dan petinggi NU dalam beroganisasi merupakan cermin dari realitas ummat Islam di tanah air. Dan bukan hanya NU, namun tabiat adu jotos dan politik transaksional sering kali terjadi di sejumlah organisasi Islam lainnya,” ungkap Faizal.
Lanjut Faizal, sudah saatnya, NU berbenah diri, meningkatkan kualitas dan martabatnya. “Berhentilah melakukan propoganda konyol dengan doktrin Islam Nusantara, sebab tindakan itu kini justru berbalik mempermalukan diri sendiri,” pungkas Faizal.