Kebijakan operator telekomunikasi seluler terbesar di Indonesia, Telkomsel, menerapkan sistem zona dalam penentuan tarif internet, menuai protes netizen Indonesia.
Sebuah petisi di Change.org menuntut Telkomsel menghapus sistem zona itu. Petisi diarahkan kepada Telkomsel, Kementerian BUMN dan Kemenkominfo mengingat status Telkomsel sebagai BUMN.
Djali Gafur yang membuat Petisi itu telah mendapatkan lebih dari 3.900 tandatangan, Kamis pagi (23/7/2015). Djali mengeluhkan sistem zona, yang menurutnya hanya menyediakan “sedikit celah, mengintip dunia dari balik sela jendela.” Berikut petikan petisi itu:
“Telkomsel mungkin tidak menyadari bahwa pembagian 12 zona itu jadi semacam Shadow State, Negara Bayangan di dunia maya, namun nyata terasa di detak dada yang jelata. Mirip slogannya, “Makin Indonesia TELKOMSEL Begitu Dekat Begitu Nyata”. Memang terasa nyata sekali tarifnya mencekik.
Banyak orang bilang begini: “Kita tinggal satu atap (Indonesia) kok makan dengan lauk dan menu yang berbeda. Katanya satu bahasa, satu nusa-bangsa, satu tumpah-darah. Tapi kok tarif internet rupa-rupa warnanya?”
Seperti diketahui saat ini Telkomsel memang menerapkan tarif internet berbeda berdasarkan 12 zona wilayah. Alhasil harga internet di Jakarta dengan Papua bisa sangat jauh berbeda.
Misalnya, untuk berlangganan paket “PAKET MODEM, TABLET & SMARTPHONE” dengan kuota 3 GB + 3 GB 3G, pengguna Telkomsel di Zona I dikenakan tarif 150.000. Adapun di zona 12, paket yang sama ditawarkan dengan harga Rp 225.000.
Sebagai ilustrasi, Anda bisa melihat perbedaan harga paket tersebut di situs Telkomsel.
Sistem zona itu juga dikritik oleh Indonesia Telecommunication User Group (IdTUG), organisasi yang fokus pada isu hak pengguna jasa dan sarana telekomunikasi di Indonesia.
“Mentang-mentang jangkauannya paling luas perusahaan ini membuat harga monopoli dengan sistem oligopolistik untuk mendapatkan keuntungan besar,” ucap Muhammad Jumadi Sekjen IdTUG.
Koran-Jakarta.com, Kamis 25 Juni 2015
Jumadi pun meminta pemerintah turun tangan mengatur penetapan tarif ini. Ia turut mengingatkan posisi frekuensi yang dipakai operator sebagai milik negara, yang seharusnya bermanfaat bagi masyarakat.
Pada acara jumpa media di Yogyakarta, Maret 2015, pihak Telkomsel juga sempat menyinggung perihal sistem zona ini.
“Penentuan tarif data itu berdasar pada berbagai pertimbangan, antara lain cost (biaya) untuk mendirikan jaringan yang berbeda-beda,” jelas Ririn Windaryani Vice President Prepaid Broadband Marketing Telkomsel, seperti kami kutip dari laman Kompas.com, .
Pada kesempatan yang sama, Ririek Ardiansyah Presiden Direktur Telkomsel turut menyinggung tentang brand positioning dan post of sales sebagai indikator penentuan tarif.
“Kami memberikan tarif berdasarkan brand positioning dan biaya. Ada juga Post of Sales kami yang banyak sehingga disesuaikan dengan kebutuhan pelanggan yang berbeda-beda, karena itulah dibuat zona seperti sekarang,” ujar Ririek.
CNN Indonesia, Senin 23 Maret 2015