KAUMY di Persimpangan Legitimasi: Munas Luar Biasa adalah Jalan Satu-Satunya

Oleh: Untung Nursetiawan, Alumni HI UMY

Organisasi alumni sejatinya dibangun di atas dua pilar utama: legitimasi dan kepercayaan. Tanpa keduanya, organisasi bukan hanya kehilangan arah, tetapi juga kehilangan makna. Dalam konteks Keluarga Alumni Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (KAUMY) hari ini; Legitimasi organisasi sedang berada di titik nadir. Karena itu, satu-satunya jalan konstitusional dan rasional untuk menyelamatkan KAUMY adalah melalui Munas Luar Biasa (MLB). Tidak ada alternatif lain yang sah, bermartabat, dan berkelanjutan.

Pimpinan Pusat KAUMY tampaknya akan tetap memaksakan Munas (bukan MLB) tanpa membereskan akar persoalan. Cara ini hanya bentuk escape politik, lari dari masalah dengan harapan waktu akan menguburnya. Padahal, masalah legitimasi tidak pernah selesai hanya dengan mengganti figur. Ia harus diselesaikan dengan memperbaiki sistem.

Analogi paling sederhana untuk membaca kondisi KAUMY hari ini adalah ibarat sebuah kapal yang hampir karam. Bukan sekadar bocor kecil yang bisa ditambal seadanya, melainkan kerusakan struktural: lambung kapal retak, mesin bermasalah, dan awak kapal tidak jelas legalitas maupun mandatnya.

Dalam kondisi seperti ini, pertanyaan mendasarnya bukanlah siapa yang paling layak menjadi ketua umum, melainkan apakah kapal ini masih layak berlayar? Memilih nahkoda baru tanpa memperbaiki kapal adalah tindakan nekat, bahkan bisa disebut tidak bertanggung jawab. Apa pun hasil Munas, siapa pun yang terpilih, akan langsung dibebani oleh problem legitimasi yang tidak pernah diselesaikan.

Baca juga:  Ketika Guru Dipojokkan dan Adab Etika Siswa Semakin Hilang

Masalah paling krusial dalam Munas KAUMY hari ini adalah representasi pengurus daerah (pengda). Banyak pengda yang secara faktual dan administratif sudah kedaluwarsa, vakum, atau bahkan tidak sah menurut AD/ART KAUMY. Namun anehnya, pengda-pengda bermasalah inilah yang justru dijadikan dasar legitimasi Munas KAUMY.

Jika delegasi yang hadir tidak sah, maka forum yang dibangun di atasnya juga tidak sah. Munas yang dilaksanakan dengan delegasi ilegal hanyalah forum semu. Keputusannya akan selalu digugat, dipersoalkan, dan tidak pernah benar-benar menyatukan organisasi. Alih-alih menyelesaikan konflik, Munas seperti ini justru memperpanjang siklus krisis.

Di sinilah Munas Luar Biasa menemukan relevansinya. MLB bukan sekadar opsi teknis atau manuver politik. Ia adalah keharusan konstitusional. MLB memberikan ruang yang sah untuk membereskan persoalan mendasar:
– Validasi kepengurusan pusat dan daerah
– Penataan ulang struktur organisasi
– Penegasan aturan main sesuai AD/ART
– Pemulihan legitimasi organisasi secara menyeluruh

Tanpa proses ini, Munas biasa hanya akan menjadi pengulangan kesalahan masa lalu. Kita sudah merasakan pahitnya dampak Munas yang dipaksakan dengan legitimasi kosong. Mengapa harus mengulang kesalahan yang sama?

Isu lain yang sering dipelintir adalah gagasan one man one vote. Padahal, justru inilah mekanisme paling jujur, paling adil, dan paling sesuai dengan semangat AD/ART KAUMY. Dalam AD/ART disebutkan secara tegas bahwa alumni berhak mengikuti setiap kegiatan alumni. Munas adalah kegiatan alumni. Maka secara prinsip, alumni, siapa pun dia, memiliki hak untuk ikut serta.

Baca juga:  RDP DPRD Kota Pekalongan Mendobrak Kebuntuan Kasus BMT Mitra Umat

Membatasi hak alumni atas nama pengda yang fiktif atau mati suri adalah bentuk pembajakan kedaulatan alumni. One man one vote akan memutus mata rantai manipulasi delegasi dan transaksi legitimasi. Ia mengembalikan organisasi kepada pemilik sejatinya: alumni, bukan segelintir elit struktural.

Jika benar KAUMY adalah organisasi alumni, maka tidak ada alasan untuk takut pada suara alumni.

Pada akhirnya, persoalan ini bukan sekadar soal prosedur, tetapi soal keberanian moral. Tanpa MLB, Munas yang digelar mungkin tetap berjalan. Keputusan mungkin tetap dihasilkan. Namun semua itu akan pincang secara legitimasi dan rapuh secara politik organisasi.

Jika alumni UMY masih peduli pada masa depan KAUMY, maka pilihannya jelas dan tidak bisa ditawar: bereskan dulu kapal KAUMY melalui Munas Luar Biasa. Pulihkan struktur, tegakkan legitimasi, kembalikan kedaulatan kepada alumni. Setelah itu, barulah memilih nahkoda secara sah, jujur, dan bermartabat.

Organisasi yang besar bukanlah organisasi yang menutup mata dari krisis, melainkan yang berani menghadapi krisis dengan jujur dan konstitusional. KAUMY hari ini sedang diuji, bukan oleh siapa yang menang, tetapi oleh apakah kita masih mau menjunjung tinggi legitimasi dan akal sehat?

Simak berita dan artikel lainnya di Google News