Presiden Prabowo Subianto dinilai tengah menerapkan strategi “seni perang” melalui kombinasi manuver langsung dan tidak langsung untuk menjaga stabilitas nasional di tengah meningkatnya tekanan politik dan tuntutan publik. Pengamat intelijen dan geopolitik Amir Hamzah menilai langkah Prabowo merupakan upaya memastikan penyelenggaraan pemerintahan berlangsung secara integral, komprehensif, dan terkendali, terutama pada aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan (ipoleksosbudhankam).
Menurut Amir, strategi seni perang ini terlihat dari respons Prabowo terhadap sejumlah isu besar seperti menguatnya tuntutan pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming, keberanian konstitusional presiden dalam kemungkinan mengambil langkah hukum terhadap Jokowi, konsistensi pemberantasan korupsi, hingga peluang reshuffle kabinet yang semakin terbuka.
Amir menjelaskan, Prabowo menggunakan pendekatan “direct and indirect approach” ala seni perang klasik. Pendekatan langsung digunakan untuk menangani isu-isu yang menyangkut otoritas negara dan supremasi hukum, seperti dugaan pelanggaran etik, kasus perpajakan besar, hingga pembersihan aparat dari praktik korupsi.
“Pada isu yang menyentuh fondasi negara, Prabowo menggunakan langkah langsung. Ia memastikan hukum ditegakkan tanpa kompromi, termasuk jika menyangkut figur besar,” kata Amir, Ahad (23/11/2025).
Sementara pendekatan tidak langsung diterapkan dalam isu sensitif yang berhubungan dengan relasi elite, terutama terkait posisi Gibran dan dinamika antara Prabowo dan Jokowi. Menurut Amir, langkah tidak langsung ini dijalankan melalui pertemuan tertutup, koordinasi terbatas, penataan komunikasi politik, dan manajemen persepsi publik agar isu tidak berkembang menjadi krisis nasional.
“Prabowo tidak ingin isu-isu itu menjadi detonator instabilitas. Pendekatan tidak langsung digunakan untuk meredam ketegangan tanpa memicu konflik baru,” ujarnya.
Tuntutan sebagian kelompok masyarakat untuk memakzulkan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka disebut Amir sebagai salah satu isu yang paling membutuhkan kehati-hatian. Prabowo, katanya, membaca isu ini bukan sekadar persoalan hukum, tetapi juga potensi guncangan terhadap stabilitas politik dan ekonomi.
“Prabowo membiarkan jalur hukum bekerja, tapi di saat yang sama ia mengamankan ruang politik agar isu ini tidak berkembang menjadi kegaduhan nasional,” kata Amir.
Menurutnya, Prabowo memahami bahwa mengganti wakil presiden di awal pemerintahan berpotensi memicu turbulensi yang tidak perlu.
Isu bahwa Prabowo menyiapkan tindakan hukum terhadap mantan presiden Jokowi juga ikut mencuat. Amir menilai Prabowo ingin menunjukkan bahwa semua warga negara sama di mata hukum, namun ia tidak akan mengambil langkah yang dapat menimbulkan konflik elite secara terbuka.
“Prabowo menjaga jarak politik yang sehat. Ia tidak menutup pintu tindakan hukum, tetapi tidak akan melakukan langkah yang merusak stabilitas nasional tanpa dasar yang kuat,” ujar Amir.
Menurut Amir, pemberantasan korupsi menjadi pusat dari strategi langsung Prabowo. Pemerintah saat ini menyoroti kasus perpajakan besar, termasuk sektor rokok dan energi, yang disebut Amir sebagai “pintu masuk untuk membersihkan simpul-simpul korupsi lama.”
Amir menilai peluang reshuffle kabinet semakin besar karena Prabowo membutuhkan tim yang lebih linier dengan strategi percepatan nasional.
“Reshuffle adalah bagian dari manuver perang Prabowo. Ia menata ulang struktur kekuasaan agar pemerintahan tidak dihambat oleh figur yang tidak loyal atau tidak mampu,” kata Amir.
Amir menyebut Prabowo sedang membangun “zona tenang nasional”—kondisi politik yang stabil melalui serangkaian penataan kekuasaan, penguatan intelijen politik, serta pembatasan ruang manuver bagi pihak-pihak yang berpotensi menciptakan krisis.
“Semua langkah Prabowo terukur. Ia menciptakan keseimbangan antara ketegasan hukum dan kehati-hatian politik. Tujuannya satu: stabilitas nasional jangka panjang,” tegas Amir.
Melalui seni perang politik yang memadukan manuver langsung dan tidak langsung, Prabowo dinilai berhasil menjaga pemerintahan tetap stabil di tengah tekanan publik dan dinamika elite. Isu pemakzulan Gibran, kemungkinan tindakan hukum terhadap Jokowi, pemberantasan korupsi, dan reshuffle kabinet berada dalam satu bingkai besar: konsolidasi kekuasaan untuk memastikan negara tetap kuat dan terkendali.





