KPK Periksa Eks Kadis PUPR Lamongan Terkait Dugaan Korupsi Proyek Gedung Pemerintahan Rp151 Miliar

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menelusuri dugaan praktik korupsi dalam proyek pembangunan Gedung Pemerintahan Kabupaten Lamongan berlantai tujuh (G7) senilai Rp151 miliar. Kali ini, tim penyidik KPK memeriksa Moch. Wahyudi, mantan Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Pemukiman (PUPR) Lamongan periode 2016–2019, sebagai saksi dalam kasus tersebut.

Pemeriksaan dilakukan langsung oleh Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK, Bambang Sukoco, bersama tim penyidik di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas IIB Lamongan, Jalan Sumargo No.19, Kelurahan Sidoarjo, Lamongan, pada Jumat–Sabtu (3–4 Oktober 2025).

Sebelumnya, Wahyudi sempat mengirimkan surat izin resmi untuk tidak hadir dalam pemeriksaan yang dijadwalkan Kamis (10/7/2025). Karena itu, KPK menjadwalkan ulang pemeriksaan terhadap dirinya.

“Pemeriksaan sebagai saksi atas nama Moch Wahyudi di Lapas Lamongan, tidak ada pendamping,” ujar Bambang Sukoco singkat saat dikonfirmasi awak media, Senin (6/10/2025).

Berdasarkan data yang dihimpun suaranasional.com, pemeriksaan terhadap Wahyudi berkaitan dengan perkara tindak pidana korupsi proyek pembangunan Gedung Pemerintahan Kabupaten Lamongan (G7) yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2017–2019.

Baca juga:  Relawan Yes-Dirham: Yuhronur Efendi-Dirham Akbar akan Sapu Bersih Suara di Pilkada Lamongan 2024

Proyek senilai Rp151 miliar itu diduga sarat penyimpangan dan melibatkan sejumlah pejabat serta pihak swasta. Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan beberapa tersangka, antara lain:

-Mokh. Sukiman, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas Perumahan dan Kawasan Pemukiman Lamongan,

-Herman Dwi Haryanto, General Manager Divisi Regional 3 PT Brantas Adipraya,

-Ahmad Abdillah,

-Muhammad Yanuar Marzuki, dan beberapa pihak lain.

KPK menduga para tersangka bersama-sama melakukan perbuatan melawan hukum dalam pelaksanaan proyek yang dibiayai APBD Lamongan tersebut.

Kasus ini dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Artinya, setiap pihak yang secara bersama-sama melakukan, turut serta, atau membantu terjadinya tindak pidana korupsi dapat dimintai pertanggungjawaban hukum.

Baca juga:  Komunitas Ikhlas Lamongan Bantu Anak Yatim-Piatu

Pemeriksaan terhadap Wahyudi didasarkan pada surat panggilan resmi bernomor: SPGL/5141/DIK.01.00/23/09/2025, tertanggal 23 September 2025. Surat tersebut ditandatangani oleh Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, atas nama Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi.

Dalam surat itu, Wahyudi dipanggil sebagai saksi untuk memberikan keterangan terkait perannya maupun pengetahuannya selama menjabat Kepala Dinas PUPR Lamongan dalam proyek pembangunan gedung pemerintahan tersebut.

Kehadiran langsung Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Bambang Sukoco ke Lamongan menegaskan keseriusan lembaga antirasuah ini dalam mengusut tuntas dugaan korupsi proyek G7.

“Setiap pihak yang terlibat, baik pejabat daerah maupun pihak swasta, akan kami proses sesuai ketentuan hukum yang berlaku,” ujar seorang sumber di internal KPK yang enggan disebutkan namanya.

Kasus ini menjadi sorotan publik Lamongan lantaran proyek gedung megah yang disebut-sebut sebagai ikon pemerintahan baru itu kini justru menjadi simbol penyalahgunaan anggaran daerah. Pewarta: Hadi Hoy

Simak berita dan artikel lainnya di Google News