Kasus korupsi hibah bantuan lampu penerangan jalan umum (PJU) tenaga surya di Dinas Perhubungan (Dishub) Jatim tahun anggaran 2020 kembali memanas. Terpidana utama, Jonathan Dunan, yang kini mendekam di penjara 12 tahun, justru membuka babak baru dengan menuding keterlibatan pejabat tinggi Jawa Timur dan anggota DPRD.
Senin (29/9/2025), kuasa hukum Jonathan dari RF Law Firm, Fadel Muhammad Habibie, mendatangi Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim membawa surat kronologi—dokumen yang disebut berisi fakta-fakta yang selama ini belum terungkap di penyidikan maupun persidangan.
Ajukan Penerapan PP 24/2025: Mirip Whistleblower
“Kami ajukan kronologi dari sisi klien kami agar Kejati bisa menindaklanjuti permohonan penerapan PP Nomor 24 Tahun 2025. Ini sifatnya sama seperti whistleblower atau justice collaborator,” kata Fadel.
Menurutnya, Jonathan bersedia buka-bukaan agar dalang sebenarnya—bukan hanya eksekutor—ikut terjerat hukum.
Isi surat kronologi mengejutkan: HA, anggota DPRD Jatim, dituding mengatur seluruh proses hibah, mulai pengadaan, mark up harga lampu, hingga “mengamankan” aparat penegak hukum bila ada masalah. “Jonathan jelas menyebut HA menerima keuntungan dari tindak pidana itu,” tegas Fadel.
Harga lampu yang semestinya hanya Rp19 juta per set (lampu Savvy 40 watt, garansi 5 tahun) melonjak menjadi Rp40 juta per set karena rekayasa HA. Bahkan PT SETI, perusahaan Jonathan, diminta membuat invoice palsu agar seolah-olah pembelian sesuai harga tinggi.
Bukan hanya HA. Nama HPP, Inspektorat Jatim kala itu, ikut diseret. Dalam dokumen yang diserahkan, disebutkan pertemuan di kantor Inspektorat Jatim pada 10 September 2021, di mana HPP mengetahui dan menyetujui berita acara klarifikasi serta kesanggupan pengembalian dana.
Kesepakatan itu mewajibkan Jonathan dan HA masing-masing mengembalikan Rp10 miliar, diangsur minimal Rp500 juta per bulan.
Dalam kasus korupsi hibah PJU Lamongan, empat orang telah divonis:
-Jonathan Dunan, 12 tahun penjara plus uang pengganti Rp30 miliar (subsider 4 tahun).
-Supartin, David Rosyidi, Fitri Yadi, masing-masing 5,5 tahun penjara.
Namun Jonathan kukuh, HA adalah aktor utama yang mengatur pengalokasian, pencairan, hingga penetapan harga lampu. “Klien kami hanya eksekutor teknis. Semua dikondisikan HA,” tegas Fadel.
Surat kronologi yang kini di tangan Kejati Jatim berpotensi membuka penyidikan baru. Jika Kejati serius, nama-nama besar DPRD Jatim dan pejabat Inspektorat bisa ikut terseret. Publik menanti:
Beranikah aparat menindak “HA” dan “HPP” yang diduga menjadi otak mafia hibah PJU senilai Rp75,3 miliar?