Pidato Presiden Prabowo Subianto di Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendapat sorotan luas dari berbagai kalangan. Pengamat intelijen dan geopolitik, Amir Hamzah, menilai langkah Prabowo bukan sekadar penyampaian pandangan Indonesia, tetapi juga manuver strategis yang kian memperkokoh posisi geopolitik Indonesia dalam tatanan global yang semakin kompleks.
Dalam pidato yang disebut Amir sarat pesan visioner, Prabowo menegaskan komitmen Indonesia untuk memperjuangkan multikulturalisme dan multilateralisme. Kedua konsep ini menjadi pilar penting diplomasi Indonesia yang telah lama memegang prinsip “bebas aktif”, namun kini dikemas lebih proaktif dan responsif terhadap dinamika geopolitik dunia.
“Prabowo mengirimkan sinyal bahwa Indonesia ingin menjadi middle power yang menjembatani kepentingan negara-negara besar dan negara berkembang. Dengan menekankan multikulturalisme, ia menunjukkan bahwa Indonesia mampu menjadi contoh harmoni dalam keberagaman. Sementara multilateralisme yang ia gaungkan adalah jawaban atas polarisasi global saat ini,” ujar Amir Hamzah dalam pernyataan kepada wartawan, Senin (22/9/2025).
Dalam pidatonya, Prabowo menyoroti urgensi semangat inklusivitas, optimisme, solidaritas, dan kerja sama multilateral untuk menghadapi berbagai tantangan global, mulai dari ketegangan geopolitik, perubahan iklim, hingga ketimpangan ekonomi.
Amir Hamzah menilai fokus pada inklusivitas sangat relevan di tengah meningkatnya politik identitas dan rivalitas blok-blok kekuatan dunia. “Pesan Prabowo bahwa tantangan global tak bisa diselesaikan secara unilateral adalah reminder penting bagi negara-negara besar. Indonesia ingin memastikan bahwa kepentingan negara-negara berkembang tidak terpinggirkan,” ujarnya.
Amir menekankan bahwa posisi Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar dengan letak geografis strategis di Indo-Pasifik membuat suara Indonesia semakin diperhitungkan. Ia menilai, pidato Prabowo di forum internasional ini juga menjadi sinyal kepada mitra-mitra strategis bahwa Indonesia siap berperan aktif sebagai kekuatan penyeimbang.
“Di tengah persaingan Amerika Serikat dan Tiongkok, serta ketegangan di Laut China Selatan, Indonesia tampil sebagai aktor yang mengedepankan dialog. Pidato Prabowo memberi pesan bahwa Indonesia tidak akan terjebak dalam politik aliansi sempit, melainkan tetap independen namun kolaboratif,” jelas Amir.
Menurut Amir, keberanian Prabowo tampil dengan gagasan besar di forum dunia juga memiliki dampak ke dalam negeri. “Ini akan memperkuat kepercayaan publik dan elite politik nasional bahwa Indonesia tidak hanya reaktif dalam diplomasi, tapi memiliki visi global yang terukur,” tuturnya.
Meski demikian, Amir mengingatkan bahwa pidato harus diikuti langkah nyata. “Indonesia perlu menyiapkan kebijakan luar negeri yang konsisten, memperkuat diplomasi ekonomi, serta meningkatkan kapasitas pertahanan dan teknologi agar visi Prabowo tidak hanya berhenti sebagai retorika,” tegasnya.
Pidato Presiden Prabowo di PBB bukan sekadar pernyataan politik, melainkan strategi geopolitik yang menunjukkan Indonesia siap menjadi pemain kunci di panggung dunia. Dengan menekankan multikulturalisme dan multilateralisme, Prabowo menegaskan bahwa kekuatan Indonesia terletak pada kemampuannya mempersatukan perbedaan dan mendorong kerja sama global.
“Ini adalah diplomasi yang bukan hanya menenangkan, tetapi juga menegaskan bahwa Indonesia adalah jembatan dunia,” pungkas Amir Hamzah.