Reformasi Polri Harus Dimulai dengan Pencopotan Kapolri Listyo Sigit Prabowo

Oleh: Deodatus Sunda Se – Direktur Institut Marhaenisme 27

Seruan reformasi kepolisian kembali menggema. Ini bukan sekadar luapan emosi, melainkan lahir dari kenyataan pahit: Polri di bawah komando Jenderal Listyo Sigit Prabowo dinilai semakin represif dan gagal menjalankan mandat konstitusi. Nyawa rakyat melayang, kebebasan berekspresi dibungkam, ribuan orang ditangkap, sementara kepolisian kian dekat dengan modal dan kekuasaan, jauh dari rakyat yang seharusnya dilindungi.

Demonstrasi damai sejak 25 Agustus 2025 berubah brutal ketika aparat bertindak sewenang-wenang. Pada 28 Agustus, Affan Kurniawan, pengemudi ojek online, tewas dilindas mobil rantis di Jakarta. Rekaman kejadian itu memicu gelombang amarah publik. Dalam beberapa hari, korban jiwa bertambah: Sarinawati, Syaiful Akbar, Muhammad Akbar Basri, dan Rusmadiansyah di Makassar; Andika Lutfi Falah, pelajar 16 tahun di Tangerang; Sumari, tukang becak di Solo; Rheza Sendy Pratama, mahasiswa di Yogyakarta; dan Iko Juliant Junior, mahasiswa di Semarang. Hingga 31 Agustus, sedikitnya sembilan orang meninggal—laporan lain menyebut sudah sepuluh korban. Lebih dari 20 orang dilaporkan hilang di Jakarta, Bandung, Depok, dan sekitarnya. Ratusan luka-luka, ribuan ditangkap atas nama “pengamanan.”

Alih-alih menenangkan keadaan, Kapolri justru memperkeruh situasi. Sebuah video menampilkan Sigit memberi perintah tembak di tempat dengan peluru karet bila massa memasuki asrama atau markas Brimob, disambut sorak tepuk tangan aparat. Potret ini mengungkap wajah kepolisian yang kian mengedepankan komando represif ketimbang kemanusiaan.

Baca juga:  Polisi Biarkan Preman Persekusi Acara Diskusi, Praktisi Hukum: Kapolri Harus Diganti

Tindakan keras tidak berhenti di jalan. Direktorat Siber Polri menangkap sejumlah aktivis dengan tuduhan makar hanya karena mengajak pelajar turun aksi—padahal konstitusi menjamin kebebasan berkumpul dan berpendapat. Penculikan gaya baru ini menegaskan citra kepolisian yang lebih melindungi kekuasaan dan modal daripada rakyat.

Respons pemerintah tak jauh berbeda. Presiden Prabowo Subianto memilih pendekatan keamanan: militer dan polisi dikerahkan, sniper ditempatkan, pemeriksaan diperketat. Tuntutan rakyat soal perubahan struktural diabaikan. Kebijakan pemangkasan tunjangan DPR Rp50 juta per bulan hanyalah kosmetik politik, tidak menyentuh akar persoalan.

Tragedi Agustus bukan kasus tunggal. Kita ingat tragedi Kanjuruhan 2022 yang menewaskan 135 suporter sepak bola akibat gas air mata polisi. Hingga kini keadilan belum terwujud, impunitas justru terjadi. Kasus Ferdy Sambo menguak jaringan judi online di lingkaran pejabat Polri, dan kasus Teddy Minahasa memperlihatkan perwira tinggi yang memperjualbelikan narkoba. Slogan “Presisi” yang digembar-gemborkan Sigit kian terasa sebagai kedok: presisi melindungi bisnis gelap dan kepentingan modal, bukan rakyat.

Baca juga:  Seandainya Ahok Muslim dan Teroris, Ia dan Pengikutnya Sudah Dihabisi Densus

Di tengah rentetan kegagalan ini, tuntutan pencopotan Kapolri menjadi langkah paling rasional. Seperti pepatah yang kerap diucapkan Presiden Prabowo: “Ikan busuk mulai dari kepalanya.” Pengangkatan Sigit sarat kompromi politik dan selama menjabat ia dinilai gagal menata Polri sebagai institusi sipil yang tunduk pada konstitusi. Tanpa pencopotan figur yang dianggap gagal dan represif ini, wacana reformasi Polri hanya akan menjadi omong kosong.

Namun pergantian Kapolri hanyalah awal. Reformasi sejati harus menyentuh akar persoalan: menata ulang struktur kepolisian, memutus relasi busuk dengan modal, mengakhiri impunitas, dan memastikan aparat kembali menjadi pelindung rakyat, bukan alat kekuasaan. Pertanggungjawaban atas seluruh kejahatan aparat—dari Kanjuruhan hingga tragedi Agustus—harus ditegakkan.

Reformasi Polri adalah kebutuhan mendesak bagi kelangsungan demokrasi dan keadilan. Tidak akan ada rasa aman selama aparat bersenjata bebas melanggar hak asasi warga. Karena itu, langkah pertama tak bisa ditunda: copot Listyo Sigit Prabowo dari jabatan Kapolri sebagai pintu pembuka perubahan menuju kepolisian yang benar-benar melindungi rakyat.

Copot Sigit. Jalankan Reformasi Kepolisian Sekarang!

 

Simak berita dan artikel lainnya di Google News