Ada Proses Politik dalam Seleksi Pimpinan BAZNAS

Anggota Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) periode 2015–2020 Nana Mintarti, mengungkap banyak cerita di balik proses seleksi pimpinan lembaga pengelola zakat nasional tersebut. Perempuan yang terpilih sebagai bagian dari “angkatan pertama” pimpinan BAZNAS itu menegaskan bahwa profesionalisme dan kompetensi adalah syarat mutlak, namun tidak menampik adanya nuansa politik dalam tahap-tahap seleksi.

Nana mengenang proses panjang yang ia lalui hampir satu dekade lalu. “Saat itu proses seleksi agak lama, ada jeda panjang antara proses seleksi dan penetapan. Kami disebut sebagai angkatan pertama,” ujarnya dalam acara Ngobrol Santai Persiapan Uji Kompetensi Pimpinan BAZNAS 2025-2030 yang diadakan Akademizi, Senin (15/9/2025).

Kini, ia melihat prosedur pemilihan sudah lebih terjadwal berkat Peraturan Menteri Agama (PMA) yang mengatur mekanisme seleksi pimpinan BAZNAS. Meski demikian, ia menilai persyaratan dasarnya tidak jauh berbeda dari periode sebelumnya: usia minimal 40 tahun, tidak menjadi anggota partai politik, bekerja penuh waktu, dan memiliki visi-misi yang jelas dalam pengelolaan zakat.

“Netralitas dan independensi itu krusial, walau di lapangan tetap sulit dijaga,” tegasnya.

Nana menyoroti perubahan penting pada seleksi terkini: kewajiban sertifikasi kompetensi pengelolaan zakat dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Sertifikat ini menjadi bukti bahwa calon pimpinan benar-benar memahami manajemen zakat.

“Pimpinan BAZNAS diharapkan tidak hanya membuat kebijakan, tetapi juga memahami teknis—dari penghimpunan, penyaluran, hingga tata kelola keuangan. Rasio keuangan, regulasi, dan mekanisme perzakatan harus dikuasai,” jelasnya.

Ia juga menekankan bahwa calon pimpinan BAZNAS tidak boleh merangkap jabatan di BUMN, BUMD, atau lembaga amil zakat (LAZ) lain. “Jabatan ini bukan sambilan. BAZNAS memerlukan komitmen penuh, meski tidak berarti harus hadir day to day seperti pegawai kantor,” katanya.

Baca juga:  Audit Syariah Terhadap Lembaga Amil Zakat Harus Disempurnakan

Meski menekankan profesionalisme, Nana tak menutupi bahwa proses politik tetap hadir dalam seleksi pimpinan BAZNAS, terutama saat uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) di DPR.

“Pengalaman saya pribadi cukup menguras energi. Saat fit and proper test di DPR, saya dibantai habis-habisan. Menariknya, setelah itu hasil uji kelayakan DPR diberitakan di media—bahkan disebutkan delapan calon pimpinan BAZNAS tidak layak,” kenangnya.

Namun, Nana menegaskan bahwa hasil tersebut tidak otomatis memengaruhi keputusan panitia seleksi. “Fit and proper test DPR tidak menentukan hasil akhir, tapi kita harus siap secara mental. Ada proses politik yang memang tak bisa dihindari,” tambahnya.

Nana pun mengakui adanya kebijakan tertentu yang membuka peluang bagi perempuan. “Saya terpilih karena kuota perempuan,” ujarnya jujur. Ia bercerita bahwa dukungan besar datang dari teman-teman Forum Zakat (FOZ) yang mendorongnya mendaftar agar ada perwakilan pegiat zakat di BAZNAS.

“Motivasi saya sederhana, ingin membangun gerakan zakat agar lebih baik. Saya tidak ngoyo, tidak ada persiapan khusus. Semua mengalir sebagai takdir,” ucapnya.

Menurut Nana, kematangan usia menjadi faktor penting. “Minimal 40 tahun itu bukan hanya soal spiritualitas, tapi juga kemapanan ekonomi dan stabilitas pribadi,” tuturnya. Ia mengingatkan bahwa beberapa kandidat baru benar-benar memahami pengelolaan zakat setelah mengikuti pelatihan berbasis kompetensi, yang menunjukkan bahwa banyak calon bukan praktisi zakat.

“Bagusnya, calon pimpinan BAZNAS sudah paham perzakatan sebelum mendaftar, bukan belajar setelah ikut pelatihan,” katanya.

Baca juga:  Pakai Uang Baznas untuk Renovasi Rumah Kader PDIP, Muslim Arbi: Ganjar Salahgunakan Dana Umat

Bagi Nana, yang terpenting adalah menjaga kemurnian pengelolaan dana umat. “BAZNAS mengelola dana zakat yang berasal dari masyarakat. Pimpinan harus netral, jangan terbebani gerbong politik,” ia menekankan.

Nana berharap proses seleksi pimpinan BAZNAS ke depan makin profesional dan transparan. “Jangan kecewa kalau tidak terpilih. Ketidaklolosan bukan berarti tidak kompeten—kadang memang ada pertimbangan politik,” paparnya.

Direktur Akademizi, Nana Sudiana, mengingatkan para calon pimpinan BAZNAS agar tidak terbebani bila tidak terpilih dalam proses seleksi kepemimpinan. Menurutnya, proses pemilihan pimpinan BAZNAS bukan semata soal hasil, melainkan kesempatan untuk memperkuat kualitas diri dan jejaring dalam pengelolaan zakat nasional.

“Jangan jadikan beban jika tidak terpilih. Ada proses koneksi yang bisa dimanfaatkan. Di saat yang sama, persiapkan diri untuk menguatkan keterampilan, memperluas wawasan pengelolaan zakat, serta membangun jaringan dan lingkungan pendukung,” ujar Nana.

Ia menekankan bahwa pengalaman mengikuti seleksi pimpinan BAZNAS seharusnya menjadi momentum berharga untuk memperdalam pemahaman tentang tata kelola zakat yang profesional. “Yang penting adalah memiliki pengetahuan dan dukungan agar kita dapat berkontribusi memperbaiki pengelolaan zakat secara keseluruhan,” jelasnya.

Nana juga menyoroti bahwa pengelolaan zakat di Indonesia membutuhkan SDM yang mumpuni dan jejaring luas untuk menjawab tantangan zaman, termasuk digitalisasi dan pemberdayaan ekonomi umat. “Dimensi kita adalah memperbaiki zakat secara menyeluruh, bukan hanya mengejar jabatan,” tegasnya.

Nana berharap para kandidat menjadikan seleksi ini sebagai ruang pembelajaran dan kontribusi berkelanjutan, terlepas dari hasil akhir.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News