Aksi demonstrasi mahasiswa di depan Gedung DPR/MPR RI siang tadi berakhir ricuh. Polisi terpaksa mendorong massa mundur hingga kawasan Semanggi. Namun, sore harinya gelombang pendemo kembali bermunculan, menandakan kekecewaan publik terhadap wakil rakyat belum surut.
Kericuhan itu dipicu kemarahan mahasiswa dan masyarakat atas besarnya tunjangan anggota DPR, terutama tunjangan rumah sebesar Rp50 juta per bulan dan tunjangan beras Rp12 juta per bulan. Apalagi, di tengah kesulitan ekonomi rakyat, masyarakat masih ingat jelas sebagian anggota DPR berjoget ria saat Sidang Tahunan MPR, 15 Agustus lalu.
Ketua Umum DPP Aliansi Profesional Indonesia Bangkit (APIB), Erick Sitompul, menilai DPR sama sekali tidak menunjukkan empati dan kehilangan sense of crisis. Erick mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk mengambil langkah tegas dengan memotong 60–70 persen tunjangan rumah dan beras DPR.
“Rakyat masih berjibaku dengan kemiskinan puluhan juta orang dan pengangguran di atas 4,5 juta jiwa. Di sisi lain DPR menikmati tunjangan rumah Rp600 juta setahun dan tunjangan beras Rp144 juta setahun. Bukankah gaji mereka saja sudah besar, ditambah berbagai fasilitas dan dana reses miliaran rupiah?” tegas Erick.
Erick menilai gaya hidup anggota DPR menunjukkan kesenjangan mencolok dengan rakyat yang mereka wakili. Dengan berbagai fasilitas negara, mulai dari tunjangan jabatan, transportasi, komunikasi, listrik, asuransi kesehatan, hingga dana reses konstituen sekitar Rp450 juta per tahun, anggota DPR tetap menuntut tambahan tunjangan mewah.
“Mereka ini ingin terlihat sebagai pejabat kelas satu dengan segala macam kemewahan. Padahal, di negara-negara maju seperti Finlandia, Norwegia, Belanda, Jepang, anggota parlemen justru sederhana, bahkan naik sepeda atau kereta ke kantor,” ujar Erick.
Lebih lanjut, Erick mempertanyakan logika nominal tunjangan DPR. Menurutnya, sewa rumah layak di kawasan Senayan–Slipi tak sampai Rp150 juta per tahun. Sementara, kebutuhan beras premium untuk keluarga pun hanya sekitar Rp2 juta per bulan.
“Emangnya mereka makan beras emas apa, sampai perlu Rp12 juta sebulan? Ini keterlaluan. Rata-rata anggota DPR itu kan politisi lama, sudah punya rumah pribadi mewah dan mobil mewah. Jadi untuk apa lagi tunjangan beras dan rumah sebesar itu?” sindir Erick.
Erick juga menyinggung kondisi keuangan negara. Menurut data Kementerian Keuangan, defisit APBN 2025 diprediksi melebar ke 2,78% atau sekitar Rp662 triliun. Ironisnya, pagu anggaran DPR untuk tahun 2026 dipatok mencapai Rp1,6 triliun hanya untuk 580 anggota dewan.
“Politisi DPR itu tahu betul APBN sedang berdarah-darah. Tapi tetap menuntut tunjangan besar. Ini jelas tidak punya sense of crisis,” tegas Erick.
Ia menilai jika pemerintah dan DPR tidak segera merespons, gelombang protes mahasiswa bisa makin membesar. Demo yang siang tadi ricuh hanyalah “lonceng peringatan” dari rakyat yang muak melihat wakilnya hidup hedon di tengah krisis.
“Jabatan anggota parlemen itu mulia, untuk mengabdi pada rakyat, bukan mencari kekayaan. Kalau DPR tidak mau berubah, jangan salahkan rakyat kalau aksi protes makin keras,” tutup Erick.