Bagi sebagian orang, canvassing dalam fundraising hanyalah soal membawa proposal dan bicara meyakinkan. Tapi bagi Coach Abu Daud, praktisi fundraising sekaligus penulis buku “Saya Siap Tempur”, pandangan itu keliru. Ia menegaskan bahwa inti dari canvassing yang efektif bukan pada seberapa tebal proposal, melainkan seberapa kuat koneksi yang dibangun.
Pesan ini disampaikan Abu Daud dalam acara Expert Talk bertema “Teknik Canvassing Efektif Bikin Calon Donatur Gak Bisa Nolak” yang digelar Akademizi, Rabu (13/8/2025). Di hadapan peserta, ia mengupas tuntas rahasia canvassing yang jarang dibicarakan di buku panduan.
Abu Daud memulai paparannya dengan membedakan dua prinsip penting: efektif dan efisien. Menurutnya, efektif adalah fokus pada tujuan akhir, sedangkan efisien fokus pada proses.
“Dalam canvassing, fokuslah efektif dulu. Kalau terlalu memikirkan efisiensi, kita malah tidak bergerak karena takut biaya,” ujarnya.
Canvassing, kata dia, adalah kegiatan mendekati calon donatur secara langsung untuk mengajak mereka berkontribusi—baik lewat tatap muka maupun komunikasi personal lainnya. Namun, ia mengingatkan, tanpa koneksi awal, semua upaya itu berisiko sia-sia.
Abu Daud menuturkan, banyak contoh nyata di lapangan yang membuktikan bahwa canvassing tanpa koneksi berakhir dengan penolakan. Misalnya, kunjungan ke sekolah atau perusahaan tanpa mengenal pihak internal sama sekali.
“Pesan yang kita sampaikan belum tentu dipahami atau diinginkan. Kita hanya dianggap berbicara hal yang tak relevan,” katanya.
Ia mengisahkan situasi yang kerap dialami para fundraiser: datang ke perusahaan, bertemu sekuriti, dan langsung terbentur SOP. Sekuriti, jelasnya, hanya akan mengizinkan tamu bertemu front office jika ada manfaat jelas bagi perusahaan. Sering kali, ujungnya hanya janji “tunggu kabar kami” atau permintaan nomor telepon yang tidak dikabulkan.
Selain hambatan di lapangan, Abu Daud menyoroti masalah internal yang kerap mengganjal keberhasilan fundraising. Mulai dari dukungan tim yang lemah, kompetensi rendah, anggaran minim, hingga sistem IT dan infrastruktur yang tidak memadai.
“Pelaporan donasi yang tidak terintegrasi misalnya, itu membuat lembaga sulit dipercaya. Padahal transparansi adalah modal penting,” ujarnya.
Berdasarkan pengalamannya, Abu Daud merumuskan empat tahap penting dalam canvassing yang efektif:
- Perencanaan – menetapkan target terukur dan menyusun rencana aktivitas.
- Persiapan – menyiapkan talking points, script, berlatih penyampaian, serta menyusun daftar prospek potensial.
- Eksekusi – memastikan sudah terhubung dengan calon donatur, menawarkan manfaat yang relevan, dan mengamankan komitmen.
- Evaluasi – membuat rencana tindak lanjut, menilai hasil, dan mengganti strategi jika diperlukan.
Alih-alih langsung “menjual” program, Abu Daud menekankan pentingnya membangun hubungan terlebih dahulu.
“Silaturahmi itu bukan basa-basi. Itu pondasi. Di media sosial pun sama—jangan langsung jualan. Kolaborasi dulu, baru ajak berdonasi,” katanya.
Ia memberi contoh pendekatan direct message (DM) di media sosial yang tidak memaksa. “Jangan langsung minta donasi. Bangun percakapan, cari kesamaan, lalu ajak kerja sama. Donatur akan lebih nyaman jika merasa dilibatkan, bukan dibidik.”
Menutup paparannya, Abu Daud menyimpulkan bahwa proposal dan presentasi hanyalah alat bantu. Koneksi adalah senjata utama yang menentukan keberhasilan.
“Canvassing tanpa koneksi itu seperti memancing di kolam kosong. Capek iya, hasilnya belum tentu,” ucapnya sambil tersenyum.
Dengan membangun koneksi yang tulus, memperkuat tim internal, dan menerapkan tahapan canvassing yang terencana, peluang keberhasilan fundraising akan meningkat drastis. Itulah pesan yang ingin ditinggalkan Coach Abu Daud bagi para pejuang penggalangan dana di seluruh Indonesia.