Warga Desa Pelang Lamongan Pertanyakan Transparansi Biaya Pemecahan Sertifikat Tanah, Diduga Ada Pungli

Proses pengurusan pemecahan sertifikat tanah di Desa Pelang, Kabupaten Lamongan, menuai sorotan warga. Salah satu warga, Parman, secara terbuka mengungkapkan kebingungan dan kekecewaannya atas ketidakjelasan biaya serta lambannya proses yang ditangani oleh Pemerintah Desa Pelang.

Parman mengaku telah mengajukan permohonan pemecahan sertifikat sawah miliknya pada tahun 2024. Lahan tersebut rencananya akan dibagi menjadi enam bagian karena hendak dijual sebagian. Namun, biaya yang diminta oleh pihak desa dinilai tidak masuk akal.

“Dari awal saya sudah diminta membayar Rp14 juta per bidang. Karena enam bidang, totalnya saya bayar Rp84 juta kepada Sekdes ‘S’,” ujar Parman kepada awak media, Selasa (5/8/2025).

Baca juga:  Komunitas Ikhlas Lamongan Bantu Anak Yatim-Piatu

Permasalahan muncul ketika berkas telah diajukan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN). Bukannya proses menjadi lebih jelas, Parman justru kembali diminta membayar tambahan sebesar Rp40 juta oleh pihak desa.

“Katanya untuk biaya percepatan (PC). Tapi saya bingung, kok bisa muncul biaya tambahan lagi setelah saya bayar 84 juta. Ini tidak masuk akal,” tambahnya dengan nada kecewa.

Hingga berita ini diturunkan, Parman mengaku belum mengetahui status pasti dari sertifikat tanahnya — apakah sudah diproses atau belum. Ketidakjelasan ini semakin memperkuat keresahan warga terkait kemungkinan adanya praktik pungutan liar (pungli) dalam pelayanan publik.

Warga Desa Pelang kini berharap pemerintah desa dan pihak terkait seperti BPN segera memberikan kejelasan dan membuka secara transparan mekanisme serta besaran biaya resmi dalam proses pemecahan sertifikat tanah.

Baca juga:  Warung Remang-Remang di KM 17 Mantup Lamongan Dinilai Ancam Citra Kota Santri

“Kami ini orang desa, tidak semua paham aturan. Kalau biaya resmi, ya harus jelas sejak awal. Jangan sampai kami jadi korban pungli,” tutup Parman.

Kasus ini diharapkan menjadi perhatian serius bagi aparat pengawas dan inspektorat, agar pelayanan publik di desa tidak mencederai kepercayaan masyarakat, terutama kalangan petani dan pemilik lahan yang sedang mengurus hak atas tanah mereka. Pewarta: Hadi Hoy

 

Simak berita dan artikel lainnya di Google News