Kebakaran besar yang melanda pemukiman padat penduduk di Kelurahan Duri Utara, Kecamatan Tambora, Jakarta Barat, serta kebakaran Pasar Taman Puring, Jakarta Selatan, telah menimbulkan luka sosial mendalam. Sebanyak 198 Kepala Keluarga (KK) kehilangan rumah dan tempat tinggalnya, sementara lebih dari 500 kios di Pasar Taman Puring hangus terbakar.
Ketua Umum DPP Aliansi Pemuda Indonesia Bangkit (APIB), Erick Sitompul, menyampaikan keprihatinannya secara langsung saat mengunjungi lokasi kebakaran di Tambora pada Sabtu, 2 Agustus 2025. Ia menyerukan agar Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta segera membangun sistem “Loss Prevention & Control” yang berfungsi sebagai sarana pencegahan dan pengendalian kebakaran di kawasan padat penduduk dan pasar tradisional.
“Frekuensi kebakaran di Jakarta terlalu tinggi. Kita tidak bisa terus menerus reaktif. Harus ada sistem pencegahan yang konkret dan efektif. Ini bukan sekadar soal Damkar datang, tapi soal kesiapan lingkungan menghadapi api sejak detik pertama,” ujar Erick.
Erick mengusulkan agar tiap RW di Jakarta, terutama di wilayah rawan, memiliki unit Fire & Safety berbasis masyarakat. Unit ini bisa melibatkan RT/RW, Karang Taruna, dan Dasawisma, dengan pembinaan langsung dari Dinas Pemadam Kebakaran (Damkar). Menurutnya, dengan dukungan fasilitas seperti jet pump bertekanan tinggi dan instalasi hydrant lengkap, penanganan awal bisa lebih sigap sebelum api membesar.
Dalam kunjungan tersebut, Erick juga mendengarkan keluhan dari M. Rosyid, Ketua RW 02, dan Zanata, Ketua RT setempat, yang rumahnya ikut ludes terbakar. Mereka mengaku bahwa ketika armada Damkar tiba di lokasi, air sudah habis dan tidak ada sumber air cadangan di sekitar.
“Kami sudah minta sumur Jetpam ke anggota DPRD, tapi belum ditanggapi. Ketika kebakaran, Damkar datang tapi air habis. Api langsung habiskan semua rumah,” keluh Rosyid.
Menanggapi hal tersebut, Erick menilai bahwa solusi Jetpam saja tidak cukup. Ia mendesak agar Pemprov DKI membangun sistem Jetpam dengan instalasi hydrant lengkap—terutama di kawasan padat seperti Tambora, Johar Baru, Semper, Manggarai, dan Kampung Melayu.
“Kita butuh minimal 1.000 titik hydrant dengan komponen lengkap. Biayanya sekitar Rp10 juta per titik, artinya dengan Rp10 miliar, kita sudah bisa melindungi jutaan warga,” jelas Erick yang juga Penasehat Forum RT/RW Jakarta Selatan.
Erick juga menyoroti kebakaran Pasar Taman Puring yang sudah terjadi tiga kali. Ia mendorong agar saat rekonstruksi pasar, sarana Loss Prevention & Control juga dibangun. Menurutnya, kebakaran seperti ini bisa menimbulkan kerugian hingga puluhan miliar.
“Jika rata-rata modal per kios Rp100 juta, maka 500 kios yang terbakar artinya Rp50 miliar modal usaha rakyat hilang dalam semalam,” tegas Erick.
Erick mendesak Gubernur DKI Jakarta untuk tidak hanya menyerahkan penanganan pada Baznas atau sumbangan warga, tetapi harus langsung menggunakan APBD untuk membantu rekonstruksi rumah warga dan kios pasar yang terbakar. Ia mencontohkan langkah era Gubernur Anies Baswedan yang membangun kembali seluruh kawasan Pasar Gembrong usai kebakaran beberapa tahun lalu.
“Warga yang terkena musibah berhak mendapat perhatian penuh. APBD DKI cukup besar untuk mengatasi dampak kebakaran. Gubernur harus hadir dan memprioritaskan pemulihan,” ujar Erick.
Ia juga menegaskan bahwa dengan kondisi iklim yang semakin ekstrem akibat climate change, bencana kebakaran bisa datang kapan saja. Maka, langkah preventif tidak bisa ditunda-tunda lagi.
Musibah kebakaran di Tambora dan Taman Puring bukan hanya peristiwa tragis, tetapi juga peringatan keras bahwa Jakarta belum memiliki sistem pencegahan kebakaran yang terintegrasi dan kuat. Usulan Erick Sitompul lewat APIB bisa menjadi langkah awal untuk membangun sistem berbasis masyarakat yang mampu menyelamatkan ribuan nyawa dan miliar rupiah harta benda dari kobaran api di masa depan.