Tokoh pemuda nasional, Achmad Annama, menyampaikan apresiasi tinggi terhadap langkah Presiden Prabowo Subianto yang menerbitkan kebijakan abolisi terhadap mantan pejabat tinggi negara, Thomas Lembong. Ketua DPP KNPI itu menilai keputusan Presiden sebagai bentuk komitmen serius untuk memulihkan marwah dunia peradilan yang selama ini dinilai menyimpang dari nilai-nilai keadilan.
“Dengan kebijakan abolisi dan amnesti tersebut, Presiden Prabowo menunjukkan kebijaksanaan level tertinggi dari seorang pemimpin. Beliau memahami bahwa hukum kita sedang tidak baik-baik saja, dan karena itu memilih untuk berdiri pada jalur kebenaran dan keadilan,” ujar Annama dalam pernyataannya kepada wartawan, Sabtu (2/8/2025).
Selain abolisi terhadap Tom Lembong, Presiden juga memberikan amnesti terhadap Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto. Menurut Annama, keputusan ini menegaskan bahwa Presiden Prabowo memiliki sensitivitas politik yang matang dan memahami betul kondisi hukum nasional yang tengah menjadi sorotan tajam publik.
Aktivis SOKSI ini juga menyoroti praktik-praktik hukum dalam satu dekade terakhir yang cenderung dijadikan alat kekuasaan untuk menekan pihak-pihak tertentu, terutama mereka yang memiliki pandangan politik berbeda. Dalam situasi seperti itu, katanya, langkah abolisi menjadi bentuk keberpihakan terhadap prinsip keadilan substantif.
“Presiden peka mendengar kegelisahan masyarakat. Ia merespons bukan dengan retorika, tapi dengan keputusan nyata yang punya kekuatan hukum. Ini mencerminkan sensitivitas politik yang matang dan keberanian untuk mengambil risiko demi perbaikan sistem,” tambah Ketua DPP Bapera itu.
Annama juga menekankan bahwa keputusan Presiden bukanlah bentuk transaksi politik, melainkan respons terhadap kritik para ahli hukum dan keresahan publik atas putusan peradilan terhadap Tom Lembong yang dianggap menyimpang dari rasa keadilan.
Tak lupa, ia turut mengapresiasi peran DPR RI, khususnya Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, yang menurutnya telah bersikap cepat dan tepat dalam merespons permintaan pertimbangan dari Presiden melalui Menteri Hukum dan HAM, Supratman Andi Agtas.
Sesuai Pasal 14 UUD 1945, Presiden berhak memberikan abolisi sebagai hak prerogatif. Namun, sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (2) dan diperkuat oleh Undang-Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1954 tentang Amnesti dan Abolisi, pemberian abolisi harus mempertimbangkan masukan DPR RI.
“Dengan diterbitkannya abolisi, maka seluruh proses penuntutan terhadap yang bersangkutan dihentikan dan dianggap tidak pernah ada. Ini bukan sekadar simbol hukum, melainkan langkah korektif terhadap putusan yang dipandang menyimpang dari rasa keadilan masyarakat,” pungkas Pakar Komunikasi Islam STID Sirnarasa ini.
Achmad Annama berharap keputusan ini menjadi titik balik pemulihan institusi hukum dan peradilan nasional, agar kembali berpihak pada kebenaran dan menjauh dari tarik-menarik kepentingan politik jangka pendek.