KAUMY di Tangan Yana Aditya – Sebuah Kegagalan Total

Oleh: Untung Nursetiawan, Alumni HI UMY

Apa kabar KAUMY? Sebuah pertanyaan yang saat inii hanya layak dijawab dengan nada keprihatinan dan rasa malu. Di bawah kepemimpinan Yana Aditya, KAUMY tak ubahnya kapal besar yang kehilangan arah—terombang-ambing, menunggu karam. Ini bukan sekadar kegagalan administratif atau teknis, ini adalah kehancuran sistemik dan moral sebuah organisasi yang seharusnya menjadi simbol kemajuan dan kebanggaan bagi seluruh alumni Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Yana Aditya bukan hanya gagal menjalankan roda organisasi—ia bahkan gagal menunjukkan jejak kepemimpinan yang baik. Sejak awal periode, KAUMY era Yana terjebak dalam kemandekan (organize stag), tidak ada program kerja yang riil dan kongkrit, tidak ada konsolidasi, tanpa geliat apalagi aksi. Bahkan Rakernas pun tidak mampu Yana wujudkan. Ini adalah bentuk ketidakbecusan yang tidak bisa ditoleransi. KAUMY dibiarkan sekarat tanpa ada upaya penyelamatan sedikitpun. Sungguh kejam.

Baca juga:  Alumni UMY Tegaskan Pernyataan Ahok Cederai Umat Islam

Fakta ini sejatinya adalah buah dari busuknya proses pemilihan yang penuh intrik, manuver pribadi, dan transaksionalisme murahan. Kepemimpinan yang lahir bukan dari kapasitas dan integritas, melainkan dari drama dan kompromi pragmatis. Maka lahirlah pengurus yang tidak punya legitimasi moral, apalagi visi organisasi.

Apa yang terjadi hari ini adalah titik nadir. Di saat organisasi alumni kampus lain tumbuh dinamis, adaptif, dan berpengaruh, KAUMY justru jadi contoh kegagalan yang nyata. Rumah besar ini kini terbengkalai, pintunya tertutup, penghuninya tercerai-berai. Padahal UMY kerap membanggakan diri sebagai kampus Muhammadiyah yang terbesar dan mendunia. Tapi alumninya justru gagal menata diri.

Baca juga:  IHCS Mengutuk Kekerasan di UMY

Lebih menyedihkan lagi, menjelang akhir masa kepengurusan, tidak ada pertanggungjawaban, tidak ada evaluasi, dan tidak ada ikhtiar memperbaiki keadaan. Sunyi, sepi. Seolah KAUMY bukan milik bersama, tapi milik segelintir orang yang merasa paling berhak.

Jika reorganisasi ke depan kembali direbut dengan cara-cara kotor, maka bersiaplah wahai para alumni UMY,, kita akan sama sama melihat KAUMY benar-benar runtuh, hancur.

Organisasi ini butuh lebih dari sekadar sosok populer—KAUMY butuh pemimpin yang berani, bersih, dan berkomitmen. Jangan sampai alumni UMY tak peduli lagi terhadap KAUMY bahkan malu jika menyebut atau membahasnya.
Ironi ini memang menyakitkan. Kini saatnya refleksi mendalam. Apakah KAUMY masih ada atau sudah hancur?. Wallahua’lam.

 

Simak berita dan artikel lainnya di Google News