Memaknai Arti Berterima Kasih

Oleh: Ahmad Basri, Ketua K3PP Tubaba – Alumni UMY)

Kinerja Menhan Prabowo diberi nilai 11 oleh Anies dan sedangkan Ganjar 5 dari angka tertinggi 100. Angka 11 dan 5 bisa jadi sebuah angka yang menunjukan kegagalan atas kinerja Prabowo sebagai Menhan, atau bisa jadi bentuk ‘ penghinaan ‘ cara untuk memalukan Prabowo di atas panggung. Dan diatas podium strategi itu sepertinya sukses dilakukan.

Apa yang dikatakan oleh Anies dan Ganjar, tidak perlu disikapi berlebihan, karna memang pernyataan tersebut dilakukan seorang ‘ politisi ‘ untuk meraih simpatik publik dan mencari dukungan suara. Apapun harus dilakukan agar nampak ‘ hebat ‘ di atas panggung. Pertanyaannya apakah pernyataan tersebut mempengaruhi publik yang tadinya pro Prabowo menjadi beralih ke Anies atau Ganjar. Apakah setelah debat Capres tersebut suara Anies atau Ganjar meningkat suara Prabowo menjadi turun.

Sepertinya tidak mempengaruhi suara Prabowo turun, sebaliknya naik sedangkan suara Anies tetap tidak berubah, malah suara Ganjar turun dalam waktu ke waktu. Jika melihat data survei dari lembaga survei nasional yang dirilis tren Prabowo terus naik. Seharusnya hasil debat menghasilkan nilai yang positif bagi suara Anies dan Ganjar, telah memberi nilai 11 dan 5 atas kinerja Prabowo sebagai Menhan. Malah sebaliknya suara Prabowo terus meningkat dalam waktu ke waktu.

Budaya masyarakat kita harus diingat tidak sama dengan di luar negri, seperti di AS dalam debat capres. Di mana debat capres di AS sangat mempengaruhi pergerakan suara di masing – masing kandidat capres dan itu sangat dinanti – nanti publik. Program, visi dan misi seorang capres menjadi nilai debat.Debat capres di kita belum sampai pada program, visi dan misi untuk dibedah satu sama lainnya. Debat kita masih bagaimana menjatuhkan personality pribadi seseorang di atas panggung. Jika mampu menjatuhkan mengalahkan di atas panggung dengan serang personality pribadi seolah – olah merupakan bentuk kesuksesan keberhasilan dan itu dianggap pemenang.

Harus diingat bahwa publik masyarakat kita sesungguhnya masih ‘muak’ dengan model gaya seperti itu. Jika menang debat sebagai tanda kesuksesan tentu grafik statistik Anies dan Ganjar seharus meningkat saat ini namun ini tidak sama sekali. Publik semakin hari semakin cerdas untuk melihat masing – masing capres dan memberi nilai – pendapat. Persepsi publik misalkan, bahwa Anies diberhentikan oleh Jokowi karna ketidak mampuannya sebagai Menteri Pendidikan sebagai bentuk kegagalan. Makna dicopot karna kegagalan itu yang ada dibenak publik. Bagi seorang Anies yang ahli ‘ retorik ‘ tentu punya jurus seribu cara untuknngeles.

Naiknya Anies jadi Gubernur DKI setelah dibuang oleh Jokowi sebagai Menteri Pendidikan merupakan jasa besar Probowo – Gerindra sebagai partai pengusung utama. Tidak ada partai politik yang tertarik untuk mengusung Anies sebagai Gubernur DKI kala itu. Menariknya Partai Nasdempun menolaknya sebaliknya memberi dukungan politik penuh kepada Ahok sebagai Gubernur DKI. Artinya sejelek apapun Prabowo di mata Anies misalkan tetap pernah ada jasanya membangun karir sebagai Gubernur DKI.

Publik budaya masyarakat kita pada hakekatnya masih sangat menghormati seseorang yang ‘tahu diri’ untuk memahami arti makna berterima kasih. Tahu menempatkan diri dimana dibesarkan. Bukan kecerdasan intelektual sebagai panglima penghormatan lalu menafikan segala sesuatu yang pernah ada. Dalam romantic cerita ‘ maling kundang ‘ dari Sumatera Barat, setidaknya pesan itu telah ditanamkan.

Julian Benda seorang filsuf kenamaan Prancis, yang lahir di abad 19, pernah memberi ‘wejangan’ memperingatkan, tentang prilaku bahaya kaum intelektual, bahwa kecerdasan intelektual tanpa moral etik, hanya akan menghasilkan watak prilaku pengkhianatan. Menghasilkan intelektual ( kecerdasan ) dalam kemunafikan. Itulah pesan moral etik Julian Benda. Dalam pesan agamapun adab lebih tinggi dari ilmu Adab diber nilai tinggi.