Dugaan praktik tindak pidana korupsi dalam pembangunan Rumah Susun (Rusun) Mahasiswa IAIN Laa Roiba semakin mencuat. Ketua LSM Bogor Development Watch, Asep Sunandar, menegaskan bahwa pihaknya telah melakukan penelusuran yang menemukan fakta-fakta empirik terkait adanya indikasi penyimpangan dalam proyek senilai lebih dari Rp 5 miliar tersebut.
“Kami tidak sembarangan mengungkap dugaan ini. Temuan kami berdasarkan fakta empirik, bukan sekadar asumsi subyektif,” ujar Asep kepada wartawan di Bogor, Selasa (25/3/2025).
Asep menjelaskan bahwa temuan tersebut diperoleh melalui analisis data kuantitatif dan kualitatif serta pengamatan sistematis. Meski demikian, ia menekankan bahwa dugaan ini masih perlu ditindaklanjuti dengan audit investigatif dari pihak berwenang.
“Kami tidak memiliki kewenangan untuk menetapkan tersangka atau menyatakan bahwa ini sudah pasti korupsi. Itu ranahnya aparat penegak hukum seperti kepolisian, KPK, dan kejaksaan,” lanjutnya.
Asep juga menegaskan bahwa pihaknya tidak akan gentar menghadapi kemungkinan laporan pencemaran nama baik yang bisa saja diajukan oleh pihak terkait. Menurutnya, temuan yang disampaikan bisa diperdebatkan, tetapi harus dibuktikan secara hukum.
“Silakan menyanggah, tapi jangan menganggap kami mencemarkan nama baik. Jika memang ada sanggahan, mestinya disampaikan di hadapan aparat hukum, bukan sekadar membantah di luar jalur resmi,” tambahnya.
Lebih lanjut, Asep mengungkapkan bahwa dirinya enggan bertemu dengan pihak-pihak yang berupaya menekan atau membujuknya agar menghentikan langkah investigasi ini. Ia menegaskan bahwa laporan resmi ke KPK dan Kejaksaan Agung akan segera dilakukan.
Mahasiswa Turut Menemukan Dugaan Penyimpangan
Dugaan penyimpangan dalam pembangunan rusun tersebut juga mendapat sorotan dari kalangan mahasiswa. Abdullah Hamid dari Pergerakan Mahasiswa Bogor Anti Korupsi mengungkapkan bahwa selain dugaan ketidaksesuaian spesifikasi bangunan, terdapat keluhan mahasiswa terkait pungutan liar yang dilakukan oleh pengurus yayasan.
“Ada temuan mengejutkan. Selain bangunan yang tidak layak huni, kami juga mendapati dugaan pungutan liar sebesar Rp 3,5 juta per bulan yang dibebankan kepada mahasiswa. Padahal, rusun ini dibangun untuk meringankan beban mereka,” ungkap Abdullah.
Menurutnya, kebijakan tersebut sangat bertentangan dengan tujuan awal pembangunan rusun mahasiswa dan justru menambah beban finansial bagi penghuni. Ia menegaskan bahwa pihaknya telah melaporkan dugaan ini ke Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk dilakukan audit lebih lanjut.
“Kami ingin kasus ini diusut tuntas. Kami percaya BPK RI akan mengungkap fakta sebenarnya dan memastikan tidak ada penyalahgunaan anggaran dalam proyek ini,” pungkas Abdullah.
Hingga berita ini diturunkan, pihak IAIN Laa Roiba maupun pengelola yayasan belum memberikan tanggapan resmi terkait dugaan tersebut. Sementara itu, publik menantikan langkah lanjutan dari aparat penegak hukum dalam mengusut kasus ini.