Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terus melemah dan kini telah mencapai Rp16.549 per dolar AS. Tren depresiasi ini menimbulkan kekhawatiran bahwa rupiah bisa menembus angka Rp17.000 dalam waktu dekat.
Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan, menilai bahwa stabilisasi nilai tukar rupiah merupakan tanggung jawab Bank Indonesia (BI), sebagai lembaga independen di luar eksekutif. “Pemerintah tidak bisa mencampuri urusan moneter, termasuk penentuan suku bunga acuan yang mempengaruhi nilai tukar rupiah,” ujarnya kepada wartawan, Selasa (25/3/2025)
Menurut Anthony, pelemahan rupiah ini bukan fenomena baru. Sejak Perry Warjiyo menjabat sebagai Gubernur BI pada Mei 2018, rupiah telah terdepresiasi dari sekitar Rp14.000 per dolar AS menjadi lebih dari Rp16.500 saat ini. “Ini menunjukkan bahwa Bank Indonesia nampaknya tidak berdaya dan gagal menjaga stabilitas nilai tukar rupiah,” tegasnya.
Ia juga mempertanyakan klaim bahwa fundamental ekonomi Indonesia dalam kondisi baik. “Kalau memang fundamentalnya kuat, seharusnya rupiah tidak melemah. Tapi faktanya, nilai tukar terus tertekan. Apakah ini karena ada kebijakan yang salah? Hanya BI yang bisa menjelaskannya,” kata Anthony.
Dengan tren pelemahan yang terus berlanjut, keputusan dan strategi yang diambil oleh Bank Indonesia dalam waktu dekat akan menjadi faktor krusial dalam menentukan arah pergerakan rupiah. “Kita tunggu kebijakan apa yang akan diambil BI untuk memperkuat rupiah,” pungkasnya.