Pasca disahkannya Rancangan Undang-Undang (RUU) Tentara Nasional Indonesia (TNI), pengamat intelijen dan geopolitik Amir Hamzah mengungkapkan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan segera membahas kemungkinan kepolisian berada di bawah kementerian. Pernyataan ini mengacu pada Surat Presiden Nomor R-13/Pres/02/2025 yang diterbitkan pada 13 Februari 2025.
Surpres tersebut menegaskan adanya penataan ulang kelembagaan dan perubahan nomenklatur kementerian berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 139 Tahun 2024 tentang Penataan Tugas dan Fungsi Kementerian Negara dalam Kabinet Merah Putih 2024-2029, serta Perpres Nomor 140 Tahun 2024 yang secara khusus membahas struktur dan peran Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri). Wacana kepolisian berada di bawah kementerian disebut-sebut sebagai bagian dari reformasi besar yang dijalankan Presiden Prabowo Subianto.
Sejak era Reformasi 1998, Polri dipisahkan dari TNI dan berada langsung di bawah Presiden. Model ini memberikan otonomi lebih besar bagi Polri dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Namun, sejumlah pengamat dan akademisi telah lama mengkritik model ini, menganggapnya kurang efektif dalam koordinasi lintas sektor, khususnya dalam kebijakan keamanan nasional.
Di banyak negara, kepolisian berada di bawah kementerian, seperti Kementerian Dalam Negeri atau Kementerian Keamanan. Negara-negara seperti Prancis, Jerman, dan Jepang telah mengadopsi sistem ini untuk meningkatkan akuntabilitas dan efektivitas kepolisian dalam menjalankan tugasnya. Jika Polri nantinya ditempatkan di bawah kementerian, maka Indonesia akan mengikuti pola serupa yang diterapkan di berbagai negara lain.
Amir menyebut kepolisian di bawah kementerian justru sejalan dengan semangat reformasi birokrasi. “Kita ingin memastikan bahwa kepolisian memiliki koordinasi yang lebih baik dengan kementerian terkait. Jika ditempatkan di bawah kementerian, maka sistem pengawasan dan pertanggungjawaban juga akan lebih jelas,” ungkap kepada wartawan, Senin (17/3/2025).
Amir Hamzah menjelaskan bahwa jika Polri benar-benar ditempatkan di bawah kementerian, ada beberapa dampak besar yang akan terjadi. Pertama, dari sisi operasional, Polri akan lebih terkonsolidasi dengan kebijakan nasional yang ditetapkan kementerian, terutama dalam aspek penegakan hukum dan ketertiban masyarakat. Kedua, dari sisi politik, kepolisian berpotensi lebih terkendali dalam konteks kebijakan pemerintahan.
Namun, ada risiko yang perlu diantisipasi, terutama terkait dengan netralitas Polri dalam menangani isu-isu politik dan sosial. Jika kepolisian berada di bawah kementerian, maka ada kemungkinan institusi ini akan lebih rentan terhadap intervensi dari pihak eksekutif. Oleh karena itu, Amir menekankan perlunya rancangan regulasi yang kuat untuk menjaga independensi operasional Polri meskipun berada di bawah struktur kementerian.
“Kalau kita lihat di negara-negara maju, mereka memiliki mekanisme checks and balances yang ketat untuk memastikan kepolisian tetap independen meskipun berada di bawah kementerian. Indonesia perlu meniru pola ini jika benar-benar ingin menerapkan sistem yang baru,” tambahnya.
Jika nantinya wacana ini disahkan, maka Indonesia akan mengalami perubahan signifikan dalam tata kelola keamanan dalam negeri. Perubahan ini berpotensi meningkatkan efektivitas dan koordinasi Polri dengan kementerian terkait, namun juga harus diimbangi dengan regulasi yang memastikan independensi dan profesionalisme institusi kepolisian tetap terjaga.
Dengan berbagai dinamika yang terjadi, keputusan akhir terkait posisi Polri di bawah kementerian akan sangat menentukan arah reformasi keamanan Indonesia dalam lima tahun ke depan.
Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad dan Adies Kadir menyangkal adanya agenda pembahasan revisi UU Polri di parlemen.
“Tidak ada. Untuk Polri belum ada agenda,” kata Dasco kepada Tempo lewat pesan singkat ketika ditanya tentang surat itu pada Kamis, 20 Februari 2025.
Adies juga mengatakan hal serupa. Politikus Partai Golkar itu menjelaskan, hanya pernah ada perubahan penunjukan wakil pemerintah untuk membahas revisi UU TNI dan UU Polri, karena terjadi perubahan nomenklatur kementerian. “Tapi yang baru masuk (revisi UU) TNI,” katanya kepada media di gedung parlemen, Jakarta Pusat, Kamis.