Setelah Arsin Kades Kohod Tersangka, 2 Entitas Anak Usaha Group Juga Wajib Ditetapkan Tersangka

Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H, Advokat, Koordinator Tim Advokasi Melawan Oligarki Rakus Perampas Tanah Rakyat (TA-MOR-PTR)

Arsin Kades Kohod, Ujang Karta Sekretaris Desa Kohod, dan dua orang lain berinisial SP dan CE, telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penerbitan sertifikat diatas laut Tangerang Utara. Mereka dijerat Pidana Pemalsuan dokumen dan/atau memasukkan keterangan palsu dalam akta otentik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 KUHP dan/atau 266 KUHP Jo Pasal 55 KUHP dan 56 KUHP.

Sebelumnya, Menteri ATR Kepala BPN Nusron Wahid menegaskan, ada 263 SHGB dan 17 SHM yang diterbitkan di laut yang ada di wilayah Desa Kohod, Kecamatan Paku Haji, Kabupaten Tangerang. Mulanya, hanya 50 SHG yang dibatalkan. Belakangan, Nusron menyebut seluruh sertifikat di laut sudah dibatalkan.

Terpisah, Muanas Alaidid kuasa hukum PIK-2 mengakui anak usaha Agung Sedayu Group selaku pemilik sertifikat di laut tersebut. Menteri ATR BPN juga merinci pemilik 263 SHGB tersebut 234 sertifikat dimiliki oleh PT Intan Agung Makmur (PT IAM) dan 20 bidang atas nama PT Cahaya Inti Sentosa (PT CIS).

PT IAM dan PT CIS adalah anak usaha Agung Sedayu Group (ASG). Dalam konstruksi hukum pidana, maka dua anak usaha Agung Sedayu Group milik Aguan ini juga harus disidik dan ditetapkan sebagai tersangka, karena berperan sebagai penadah atau penerima manfaat sertifikat laut.

Secara rinci, konstruksi hukumnya sebab berikut:

Pertama, Arsin dan Ujang Karta berperan sebagai pelaku pemalsu dokumen atau membuat keterangan palsu dalam akta otentik pada girik-girik yang dijadikan dasar terbitnya sertifikat di laut.

Kedua, SP dan CA berperan sebagai pemesan dokumen Palsu yang dibuat oleh Arsin dan Ujang Karta.

Ketiga, oknum Notaris, KJSB dan BPN, Pemda (Dispenda terkait terbitnya SPPT di Laut), DPRD (terbitnya RTRW yang menjadikan kawasan laut bisa diterbitkan Sertifikat) termasuk pihak yang bertransaksi jual beli, berperan sebagai pihak yang turut serta atau membantu proses terbitnya sertifikat diatas laut.

Keempat, PT Intan Agung Makmur (PT IAM) dan PT Cahaya Inti Sentosa (PT CIS), berperan sebagai pemilik dan penerima manfaat sertifikat laut untuk kepentingan proyek reklamasi PIK-2, melalui modus tanah musnah memanfaatkan Pasal 66 PP No 18 Tahun 2021.

Jadi, jika diilustrasikan dalam kasus pencurian sepeda motor dengan modus memalsukan dokumen STNK dan BPKB, maka 2 Anak Usaha Agung Sedayu Group (PT IAM dan PT CIS), dikategorikan sebagai penadah atau penerima manfaat barang hasil kejahatan.

Memang benar, PT Intan Agung Makmur (PT IAM) dan 20 PT Cahaya Inti Sentosa (PT CIS) selaku penadah 263 SHGB di laut belum sempat memanfaatkan SHGB hasil kejahatan tersebut, untuk melakukan reklamasi berdalih Tanah Musnah sebagaimana diatur dalam Pasal 66 PP No 18 Tahun 2021. Tapi ibarat orang maling, dua anak usaha Agung Sedayu Group ini ketangkap tangan sedang maling dan barang bukti hasil maling belum sempat dimanfaatkan.

Analoginya, seperti maling motor, ditampung oleh penampung. Penampung atau penadah motor curian, belum sempat menjual sudah ketangkap basah bersama motor hasil kejahatan yang ditadah.

Jadi, penyidik Bareskrim Polri juga wajib menetapkan dua anak usaha Agung Sedayu Group ini sebagai tersangka, berdasarkan ketentuan Pasal 263 KUHP dan/atau 266 KUHP Jo Pasal 55 KUHP dan 56 KUHP.

Kalau sampai dua anak usaha Agung Sedayu Group ini lolos, maka patut dipertanyakan kinerja Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Jika tidak segera diproses hukum, maka Presiden Prabowo Subianto harus segera mencopot Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan menggantinya dengan sosok Kapolri yang berintegritas, yang berani memproses hukum dua anak usaha Agung Sedayu Group. [].

Simak berita dan artikel lainnya di Google News