Oleh: Rokhmat Widodo, Kader Muhammadiyah Kudus
Dunia tak lepas dari dua hal ini, entah itu kejuaraan, perjuangan hidup mencapai cita-cita, atau melawan hawa nafsu. Ya, kalau tidak menang ya kalah. Tuhan dalam berbagai firman-Nya juga menandaskan hal tersebut. Tak selamanya orang itu menang dan tak selamanya orang itu kalah. Kata mbah-mbah kita dulu, kehidupan itu ibarat roda, ketika kamu menang dan jaya janganlah sombong dan angkuh, namun ketika dibawah, kita dianjurkan bersabar, serta cari peluang untuk bangkit, tidak meratapi nasib ya…nasib mengapa begini.
Menang, kemenangan, pemenang, identik dengan ucapan selamat, kebanggaan, kesuksesan, dan parah lagi penghinaan atas kegagalan. Cemooh, caci-maki dan menggap rendah kegagalan. Buah dari kemenangan tak lepas mujarabnya doa. Jika ada orang gagal kurang doa, banyak dosa, banyak maksiat.
Melihat pemberitaan yang ada di media elektronik, tertampang kemenangan para pengusaha dapat menyerobot tanah masyarakat kecil, bagaimana seorang pelatih harus dipecat gegara jarang sekali menang, begitu jelas seorang koruptor Rp 300 T dapat tersenyum atas putusan majelis hakim. Tak jarang, dipertontonkan penggusuran, penindasan rakyat kecil ada dimana-mana.
Begitu juga dengan kilasan jejak sejarah dunia. Dulu pada zamannya, bangsa Romawi adalah pemimpin peradaban dunia. Lalu la turun dan digantikan oleh bangsa lainnya. Lalu kaum Muslim memimpin peradaban dengan segala konsepnya. Melahirkan orang-orang pilih tanding, baik dari sisi akhlak dan moral, maupun intelektual dan ilmu pengetahuan. Tapi seperti kata Allah, kemenangan dan kekalahan selalu dipergilirkan. Dan kini peradaban sedang dipimpin oleh bangsa Barat, diwakili oleh Amerika sebagai pencetus komandonya. Tapi sekali lagi, roda pasti berputar, bagaimana pun kuatnya laju putaran ditahan.
Sesungguhnya, bukan saja tentang waktu, tapi lebih dari itu, kemenangan adalah soal persiapan. Siapapun yang paling siap untuk menang, maka ia akan menempati urutan pertama mendapatkan giliran kemenangan selanjutnya. Siapapun yang lebih lengkap persyaratannya untuk menang, waktu hanya tinggal giliran. Pertanyaan itulah yang seharusnya kita ajukan pada diri sendiri, pada komunitas kita, pada kaum yang mendambakan kemenangan. Sudah sejauh mana persiapan, persyaratan dan mental sebagai pemenang telah disiapkan?
Bagi para pemimpi, teruslah bermimpi tentang kemenangan dan kebangkitan. Semuanya tak akan pernah terjadi, tanpa membangun persiapan. Tapi, bagi orang-orang yang membangun mimpinya menjadi kenyataan, kemenangan hanya sasaran antara. Sama sekali bukan tujuan. Pada masanya, dalam Perang Khandaq, pasukan Ahzab yang mengepung dan melumpuhkan penghuni Madinah sempat meniriskan harapan kaum Muslimin. Lalu Rasulullah berseru pada orang-orang beriman, “Sesungguhnya tiada kehidupan kecuali kehidupan akhirat!”
Itulah tujuan kemenangan yang paling tinggi. Kemenangan akhirat. Kemenangan yang bisa dicapai, baik ketika kemenangan dunia ada di tangan atau tidak. Maha Suci Allah yang selalu benar atas janji-Nya. Tiada seorang pun yang memenangkan akhirat, kecuali kemenangan dunia akan menjadi miliknya juga. Karena Allah telah berjanji, siapapun yang menolong agamanya, Allah akan menolongnya dan mem- berikan kemenangan dunia untuknya.
Jika hari ini kemenangan itu belum tiba untuk kita, bukan berarti musuh yang begitu per- kasa. Tapi bisa jadi, karena kita kehilangan arah. Kehilangan kemenangan sejati, memperjuangkan agama Allah yang mulia.